Padang, (infosumbar)- Kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di Kota Padang beberapa minggu belakangan mengalami peningkatan. Pelakunya pun merupakan keluarga dan orang terdekat korban. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, malah menjadi sebaliknya.
Menanggapi hal tersebut Program Manager Yayasan Ruang Anak Dunia, Wanda Leksmana menyebut semua pihak termasuk, orang tua, keluarga, tetangga, oknum tenaga pendidik, dan lain-lain berpotensi untuk menjadi pelaku dari segala bentuk tindakan kekerasan seksual terhadap anak.
“Faktor dominan yang mengakibatkan permasalahan ini terjadi diakibatkan masih rendahnya kontrol sosial kepada keluarga terhadap indikasi permasalahan anak. Karenanya, hal ini memposisikan bahwa tanggung jawab terhadap anak hanya bertumpu kepada keluarga, disatu sisi beberapa oknum keluarga masih mengabaikan hak-hak anak mereka,”
Ia juga menyebutkan jika dibutuhkan edukasi kesehatan reproduksi kepada anak dan orangtua sebagai langkah pencegahan kekerasan seksual pada anak.
“Namun, tentu saja ini bukanlah hal yang mudah. Karena di dalam masyarakat terdapat stigma bahwa edukasi terkait hal tesebut adalah sesuatu yang tabu atau tidak lumrah dibicarakan dalam ranah publik. Padahal mengajarkan kepada anak dan orang dewasa untuk menghargai bagian tubuh anak yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh siapapun termasuk oleh orang tua kandung laki-laki. Itu adalah upaya edukasi dan pencegahan bagi anak supaya tidak mengalami pelecehan, kekerasan, dan kejahatan seksual,” jelasnya.
Menurut Wanda dengan adanya edukasi tersebut jika nanti ditemukan indikasi pelecehan seksual, maka anak dapat melakukan tindakan perlawanan untuk menghindari tindakan pelecehan seksual.
Ia menyebutkan bahwa peranan masyarakat juga sangat penting dalam melaporkan jika terjadi kekerasan pada anak.
“Sebagai pihak yang terdekat dengan korban, sensitifitas masyarakat dalam melaporkan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap anak kepada pihak yang berwenang sangat berperan penting,” ucapnya.
Dan untuk anak yang menjadi korban, maka harus mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mendukung segala upaya yang sedang dan akan dilakukan oleh lembaga layanan perlindungan anak.
“Kami juga menghimbau supaya tidak memberikan labelisasi dan stigmatisasi kepada anak dari permasalahan yang sedang mereka alami. Mereka butuh dukungan dari semua pihak untuk pemulihan mental dan menjamin pemenuhan hak-hak mereka,” tutupnya. (iif)