Padang (infosumbar)- Rangkaian Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih, yang digelar oleh Dinas Kebudayaan Sumatera Barat (Sumbar), pada 1 dan 2 Desember 2021, di Hotel Kyriad Bumi Minang dan Museum Adityawarman, Kota Padang, menjadi langkah perkenalan budaya Minangkabau kepada masyarakat banyak.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti mengatakan kegiatan yang digelar dalam dua hari ini, merupakan bagian dari rangkaian festival yang sebelumnya juga sudah dilangsungkan di Ranah Godok Obuih, Kecamatan Lubuak Tarok, Kabupaten Sijunjung.
“Ini merupakan rangkaian dari festival yang sudah digelar di daerah asalnya, dan kita gelar kembali di sini, untuk memperkenalkannya lagi kepada masyarakat banyak,” ujarnya, kepada infosumbar, Kamis.
Ia menambahkan, pada hari pertama Rabu (1/12), di Hotel Kyriad Bumi Minang , digelar seminar hasil penelitian sejarah dan budaya Kerajaan Jambu Lipo secara hybrid (daring dan luring) yang diteliti oleh Sudarmoko, Nopriyasman, Ivan Adilla serta Harry Efendi Iskandar.
Selanjutnya, juga menampilkan film dokumenter tentang Kerajaan Jambu Lipo serta penampinalan Musik dan Tari tradisional lainnya.
Pada hari kedua, Kamis (2/12) di Museum Adityawarman, menampilkan prosesi adat Kerajaan Jambu Lipo, yaitu Rajo Manjalani Rantau serta penampilan Tari Tanduak yang merupakan tari khas dari daerah Lubuak Tarok yang merupakan perpaduan antara Kerajaan Jambu Lipo dan Kerajaan Koto Tuo.
Ia menambahkan, pihaknya akan selalu menggelar kegiatan-kegiatan serupa, karena di Dinas Kebudayaan memiliki program dalam perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan.
“Kami akan laksanakan kegiatan serupa terhadap warisan-warisan budaya yang sudah kami usulkan dan ditetapkan secara nasional,” ungkap Gemala Ranti.
Ia meharapkan komunitas-komunitas seni dan budaya di Sumbar terus menginisiasi kegiatan-kegitan serupa.
“Memang harus dari komunitas yang memulai kegiatan tersebut, karena kami disini sebagai fasilitator dari komunitas tersebut,” tutur Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar itu.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah yang membuka langsung Festival tersebut, turut mengapresiasi gelaran tersbut.
“Kegiatan ini bisa kita jadikan momentum, dalam menarik wisatawan yang berada di Sumbar dan di luar Provinsi,” ujarnya, saat membuka Kerajaan Jambu Lipo secara daring, Rabu.
Ia juga menghimbau kepada masyarakat Sijunjung untuk tetap menjaga tradisi kebudayaan tersebut.
Sementara, untuk hasil penelitian Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo tentang prosesi Rajo Manjalani Rantau, Ketua Tim Peneliti, Sudarmoko menjelaskan bahwa prosesi tersebut menjadi media dalam mempertahankan ingatan kolektif terhadap kerajaan, memperbaharui pengetahuan sejarah dan adat istiadat, serta menjadi medium dalam menyelesaikan persoalan, konflik, dan rencana dalam skala yang luas.
“Penelitian ini menunjukkan bahwa prosesi ini merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam menjaga keberlangsungan kerajaan Jambu Lipo, terutama dalam hal menjaga hubungan antara pihak kerajaan dengan masyarakat dan juga daerah-daerah rantau yang memiliki hubungan-hubungan khusus dan kuat dengan kerajaan,” ujar Sudarmoko.
Dalam draft Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo yang disusun oleh tim peneliti menjelaskan bahwa prosesi Rajo Manjalani Rantau adalah merupakan perjalanan utusan Raja Alam Kerajaan Jampu Lipo mengunjungi beberapa daerah yang terdapat dalam rantau XII Koto.
Menurut Sudarmoko, penelitian ini perlu pendalaman lebih lanjut terkait dengan sejarah yang memerlukan penelitian lebih komprehensif, pengujian dan kajian arkeologis terhadap tinggalan-tinggalan yang ada. Juga perlu kajian sosiologis dan antropologis terhadap masyarakat, daerah, dan lembaga-lembaga terkait, kajian bahasa, dan kajian terhadap lingkungan.
Dari penelusuran pustaka, oleh tim peneliti, asal usul nama Kerajaan Jambu Lipo diperkirakan bermula dari kata “jambhu dwipa” dalam bahasa Sanskerta yang faedahnya “tanah asal”.
Sedangkan menurut Tambo Minangkabau nama Jambu Lipo bermula dari hasil akad Rajo Tigo Selo di Pagaruyung yang tidak boleh saling melupakan, dengan asal kata “jan bu lupo” yang faedahnya “jangan ibu lupa”.
Kerajaan Jambu Lipo merupakan salah satu cabang Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada awal zaman ke-10 dengan raja pertamanya bernama Dungku Dangaka. Susunan Pemerintah Kerajaan Jambu Lipo sama dengan Kerajaan Pagaruyung yang digunakan oleh Rajo Tigo Selo.
Pada pertama kalinya pusat Pemerintahan Kerajaan Jambu Lipo berada di Bukit Jambu Lipo. Pada masa pemerintahan raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang bersama pembesar yang lain mengadakan perundingan terhadap pertentangan Putih Mengenang yang disepakati kepada memindahkan pusat pemerintahan ke Nagari Lubuk Tarok.(fiz)