infosumbar.net – Puncak dari rangkaian Galanggang Arang Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) 2023 bertajuk “Anak Nagari Merayakan Warisan Dunia” akan digelar tanggal 13-14 Desember 2023 mendatang di Stasiun Kota Solok.
Sebelumnya, helatan ini terlaksana di 7 titik yakni Kota Padangpanjang, Kabupaten Sijunjung, 2 lokasi di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Sawahlunto dan Kabupaten Padang Pariaman.
Pada Galanggang Arang bagian 8, program kuratorial Kaba Rupa akan menggelar pameran seni media campuran (mixed media). Kegiatan ini tidak sebatas apresiasi seni belaka. Beragam arsip berupa teks, tutur, dan audio visual terkait warisan yang berkontribusi pada peradaban dunia itu dijadikan sebagai basis penciptaan.
Mahatma Muhamad, kurator Kaba Rupa menyebutkan hasil riset diolah dan dijelma menjadi pelbagai karya seni seperti instalasi patung, kolase, sketsa, lukisan, mural, foto arsip, soundscape, dan visual mapping tiga dimensi. Melalui karya ini, pengetahuan tentang WTBOS akan disampaikan secara sederhana kepada masyarakat.
Lanjutnya, kekuatan program Kaba Rupa juga terletak pada kerja kolektif antar komunitas dan seniman. Pola kerja semacam ini akan melahirkan sebuah gelaran yang hidup dan sarat makna.
“Rajutan pameran adalah upaya kolektif para seniman dan komunitas dalam proses reaktualisasi, restorasi, reinterpretasi, dan mewujudkan memori WTBOS menjadi karya. Kerja kolaborasi menjadi energi baru sekaligus memperkuat distribusi pengetahuan atas kepemilikan bersama warisan budaya ini,” papar Mahatma, dalam pers rilis yang diterima infosumbar.net, Selasa (12/12/2023).
Di helatan kali ini, Kaba Rupa ditantang untuk merespon ruang pada Stasiun Solok. Cagar budaya yang mangkrak sejak tahun 2014 itu harus disulap menjadi ruang pameran seni yang estetik dan edukatif.
Tanpa mengubah kondisi awal stasiun, ingatan terkait WTBOS akan kembali dihidupkan dengan menambah ornamen dari buah pikir para seniman. Bermodal cat, kuas, kayu, triplek, styrofoam, lampu, dan beberapa bahan lainnya, lokasi yang pernah ramai pada masanya itu diubah menjadi wahana perjumpaan bagi khalayak untuk mengenang dan berbagi pengetahuan.
Stasiun Solok dibangun pada rentang tahun 1891-1894 dengan lima jalur dan dua jalurnya merupakan sepur lurus. Tempat ini merupakan satu dari tiga stasiun besar di Sumatra Barat selain Stasiun Padang dan Stasiun Padang Panjang. Ia merupakan jalur pendukung yakni zona B, menghubungkan Sawahlunto di zona A dan Emmahaven (Teluk Bayur) pada zona C. Pada masa silam kereta api Mak Itam mengangkut batubara melewati jalur ini.
Dulu, Stasiun Solok memiliki banyak fungsi. Selain melayani penumpang, semasa kolonial juga dimanfaatkan untuk menyimpan hasil bumi. Masyarakat juga mengangkut hasil pertanian dengan kereta api untuk dijual ke pasar. Sama seperti stasiun pada umumnya, stasiun yang terletak di Kampung Jawa, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok ini juga berdekatan dengan pasar. Karenanya, lokasi ini menjadi sejarah dari perkembangan transportasi dan perdagangan di Sumatra Barat.
Kini Lokomotif diesel BB 204 15 dan BB 204 16 serta satu gerbong yang membawa hasil bumi terletak bisu di dipo Stasiun Solok. 3 deret gerbong kereta penumpang yang dulu digunakan sebagai KA Wisata Danau Singkarak juga terletak tak terurus di salah satu jalur rel. Kondisi gerbong penumpang yang statusnya sudah laku dilelang itu penuh coretan, kumuh dan berkarat.
“Kaba Rupa akan menyulap dipo lokomotif dan 3 gerbong kereta bekas di Stasiun Solok menjadi wahana untuk menghidupkan memori kolektif warga terkait WTBOS,” ujar Mahatma. 21 partisipan dikerahkan untuk memberi sentuhan artistik pada ruang. Hal menarik lain adalah para seniman yang terlibat berasal dari lintas generasi, milenial dan senior yang malang melintang dari satu pameran ke pameran lainnya.
6 pemural yakni Imran Kamil, Khairunnas M.Abdi, Olimsyaf Putra Asmara, Boy Nistil, Rafiq Gusly Abdul Razaq dan Taufik Hidayat melumuri seluruh badan gerbong di rel dengan ingatan kolektif tentang WTBOS. Zona A, B, dan C dijelma oleh goresan kuas mereka menjadi kolase akrilik gambar mural. Tidak hanya bermuatan estetik, tapi juga sarat pengetahuan. (*)