Infosumbar.net – Cendol merupakan salah satu jenis jajanan yang banyak digemari oleh semua kalangan. Rasanya yang manis dan segar, sangat pas dinikmati saat cuaca sedang terik. Salah seorang pedagang cendol di Pasar Raya Solok adalah Mak Uniang (63). Ia telah berjualan cendol berpuluh-puluh tahun dan tetap bertahan hingga sekarang.
“Saya jualan cendol telah sejak lama. Sudah lima kali walikota solok berganti hingga sekarang sampai hari ini Alhamdulillah masih jualan,” katanya saat diwawancarai Infosumbar pada Selasa (26/7/2022)
Mak Uniang sendiri berjualan cendol angker berwarna merah muda. Cendol ini terbuat dari tepung tapioka yang diberi sedikit pewarna makanan warna merah muda dan di campur dengan santan dan gula. Selain itu ditambah dengan batu es agar rasanya semakin segar.
Sebelumnya, ia bersama suami berjualan cendol berkeliling.
Namun, pada tahun 2012, semenjak suaminya meninggal dunia ia tidak bisa lagi berjualan berkeliling dan menetap jualan di Pasar Raya Solok setiap hari Senin sampai Sabtu.
“Semenjak suami saya meninggal dunia sebelas tahun yang lalu, sekarang saya menetap berjualan disini. Dan kalau untuk berkeliling jualan cendol memang sudah tidak sanggup lagi. Senin sampai Sabtu saya jualan di Pasar Raya Solok, kalau Hari Minggu saya jualan di Pasar Sumani,” ujar Mak Uniang yang jualan cendol dari pukul 09.00 pagi hingga selepas Ashar itu.
Kondisi pasar yang saat ini kurang ramai, disebut Mak Uniang membuat penjualan cendolnya ikut berkurang. Ia menambahkan, tidak ada pekerjaan lain yang dilakukan selain dengan berjualan cendol.
“Pasar Raya Solok sekarang tidak seramai yang dulu, otomatis yang membeli juga berkurang. Kalau jualan di Pasar Sumani memang Insha Alla bisa habis terus dagangan saya. Kalau hari biasa kadang habis kadang tidak. Sekarang bersyukur saja berapapun yang didapat misalnya dari hasil jualan bisa beli beras agak dua liter Alhamdulillah, dari pada di rumah tidak melakukan apapun lebih baik saya jualan cendol di pasar,” katanya.
Kemudian, pendapatan sehari-hari Mak Uniang disebut kadang tidak menentu. Sehari-hari, Mak Uniang bisa mendapatkan Rp 50 ribu, dan paling banyak hingga Rp 100 ribu. Saat ini, ia mengatakan bahwa yang banyak membeli cendolnya adalah pemilik warung yang membeli cendolnya hingga belasan bungkus untuk dijual kembali.
“Sekarang yang banyak membeli itu penjual di warung. Kadang mereka beli agak 15 bungkus, jadi cendol saya dibeli seharga Rp 2 ribu nanti dijual lagi seharga Rp 2.500 atau Rp 3 ribu di warungnya biasanya untuk anak sekolahan. Dia untung sedikit saya juga dapat untung, disyukuri saja,” tuturnya.
Untuk bisa menikmati Cendol Angker Mak Uniang, dapat dinikmati dengan harga terjangkau. Dengan porsi Rp 5 ribu rupiah, pembeli sudah dapat merasakan segarnya cendol angker milik Mak Uniang.
“Sekarang lima ribu. Dulu bisa Rp 1 ribu ada yang Rp 500. Kadang kalau misalnya anak anak yang beli bisa Rp 2 ribu dikurangi saja porsinya. Karena cendol saya yang bikin sendiri, kelapanya juga saya punya sendiri, es juga, makanya ada untung sedikit tetap disyukuri, kalau semuanya dibeli bahannya memang agak susah. Asal anak bisa makan dan bisa tamat sekolah walaupun saya dapat sedikiit tidak masalah,” tambah Mak Uniang.
Mak Uniang sendiri memiliki tujuh orang anak. Anak pertamanya meninggal dunia, empat lainnya sudah berumah tangga dan dua anak terakhir masih tinggal bersamanya.
“Pagi biasanya saya diantar dulu oleh anak ke pasar pakai motor barulah nanti setelah jualan di jemput lagi ke sini. Saya selalu berpesan kepada anak, apapun pekerjaan boleh yang penting halal, yang penting titik peluh sendiri, tidak ada alasan untuk malu,” tutupnya. (Ayi)