Infosumbar.net – Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 memerintahkan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang pemilihan umum calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Sumbar.
Dalam putusan itu, MK juga memerintahkan agar kembali mengikutsertakan Pemohon, Irman Gusman sebagai calon DPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2024 tersebut.
PSU ini digelar buntut dari gugatan Irman ke MK karena KPU disebut mencoret namanya dalam daftar calon tetap (DCT) untuk anggota DPD Sumatera Barat. KPU beralasan penghapusan nama Irman dari DCT untuk anggota DPD Sumbar karena adanya laporan terkait dengan status Irman yang belum melewati masa jeda 5 setelah menjadi terpidana.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas, Charles Simabura, menilai bahwa sebagai putusan yang bersifat final dan mengikat tidak ada kata lain selain mengikuti putusan MK. Walaupun tidak terlihat ada terobosan hukum yang coba dilakukan MK ya yang berpandangan keputusan Mahkamah Agung (MA) adalah hal yang perlu untuk dihormati.
Diakuinya, meskipun ada kritikan bahwa MK tidak mempertegas terhadap apakah pemohon masuk kategori yang disebut Undang-Undang dilarang untuk maju dalam proses Pemilu DPD atau tidak. Tapi yang jelas norma itu menjadi yang tidak berlaku bagi pemohon, sebagaimana yang diputus MA.
“Jadi bagi saya ini hanya sekedar mempertegas posisi pemohon yang sudah dimenangkan oleh MA dan MK coba mengambil sikap itu dengan menghormati putusan MA dengan memerintahkan PSU ulang tersebut.” ujarnya, Jumat (21/06/2024).
Sehubungan dengan tahapan PSU sendiri, Charles mengungkapkan bahwa tidak ada mekanisme khusus terkait dengan hal tersebut. Yang berbeda hanyalah tidak ada tahapan kampanye dan hanya ada tahapan sosialisasi.
“Dimana sosialisasi ini akan dilakukan oleh KPU sendiri dan para peserta yang juga akan mensosialisasikan diri. Namun untuk sosialisasi tentu tidak akan sama dengan kampanye, dimana tidak akan ada istilah kampanye terbuka,” ungkapnya.
Selain tahapan pemilu yang meniadakan kampanye, kata Charles, gelar mantan narapidana korupsi ini juga menjadi topik hangat dalam pelaksanaan PSU yang akan terjadi mendatang.
Catatan kelam ini menjadi suatu perdebatan yang banyak muncul di tengah masyarakat, mengingat seharusnya pejabat yang punya catatan korupsi sebaiknya tidak terlibat kembali menjadi wakil rakyat sejalan dengan adanya Putusan MK Nomor 12/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat harus ada masa jeda 5 tahun bagi mantan narapidana maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Namun yang menjadi titik permasalahan adalah putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 97 PK/Pid.Sus/2019 yang tidak mengkategorikan Irman kedalam tindak pidana yang harus jeda waktu 5 tahun untuk mencalonkan diri kembali, ditambah Irman juga telah mendapatkan pidana tambahan sehingga jedanya menjadi hilang.
“Terdapatnya penyelundupan hukum di putusan MA yang membuat vonis Irman diturunkan dan tidak masuk ke kategori Pasal yang butuh waktu jeda. Tapi pada esensinya dia tetap adalah pelaku tindak pidana korupsi yang dalam hal ini dianggap menerima perdagangan pengaruh dalam putusan PK nya,” jelasnya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas tersebut menambahkan, dalam amar putusan MK tersebut juga ditempatkan syarat yakni nya Irman harus mengumumkan secara jujur dan terbuka tentang jati dirinya termasuk pernah menjadi terpidana korupsi melalui media yang dapat dibaca secara luas oleh masyarakat termasuk pemilih, dalam waktu paling lama 45 hari sejak putusan.
Kemudian hal ini juga dalam rangka memberikan keterbukaan kepada masyarakat atas siapa yang akan mereka pilih. Pengungkapan jati diri sebagai mantan narapidana ini tentu harus menjadi perhatian seksama bagi masyarakat, pemberian kepercayaan kepada mantan narapidana koruptor adalah salah satu bentuk putusan besar yang harus sama-sama dipertanggung jawabkan oleh masyarakat.
“Tentu semua pilihan dikembalikan kepada masyarakat sebagai seseorang yang punya hak untuk memilih, namun kebijaksanaan dalam menentukan siapa yang pantas dan tidak harus jadi pertimbangan yang besar dalam menentukan kemana arah suara akan dilabuhkan,” pungkasnya. (Bul)