Pariaman Kota dan Kabupatennya terkenal dengan tanaman kelapa atau masyarakat di sana menyebutnya dengan karambia. Hal ini karena Pariaman merupakan daerah dataran rendah yang dekat – dan bahkan mempunyai wilayah pantai yang cukup panjang.
Keadaan geologis ini membuat Pariaman kaya akan tumbuhan kelapa, bahkan disebut-sebut tanaman kelapa terbaik berasal dari daerah yang juga terkenal dengan Sala Lauak ini.
Banyaknya kelapa di Pariaman membuat leluhur orang Pariaman mencari cara yang lebih praktis untuk memetik kelapa. Karena dengan tenaga manusia atau menggunakan alat seperti kayu cenderung beresiko yang bisa menyebabkan kecelakaan.
Entah sejak kapan kemudian, nenek moyang orang Pariaman menggunakan Beruk atau Baruak dalam bahasa minang sebagai pemetik kelapa. Beruk atau dengan nama latin Macaca Nemestrina ini terbilang gampang untuk dilatih memetik kelapa.
Tingginya kebutuhan akan kelapa membuat kebutuhan akan beruk yang bisa memetik kelapa pun tinggi. Karena tidak semua beruk awalnya bisa memetik kelapa, muncullah semacam sekolah beruk atau dalam bahasa Minang Sikola Baruak.
Beruk-beruk yang masih dalam usia belia atau baru ditangkap biasanya akan masuk ke Sikola Baruak terlebih dulu. Mereka dilatih dalam berbagai tahapan. Mulai dari tahap penjinakkan agar tak takut dengan manusia sampai tahap cara memetik kelapa. Setelah bisa memetik kelapa biasanya Baruak akan dijual kembali kepada Pabaruak.
Namun, saat ini seiring perkembang zaman pekerjaan sebagai pelatih baruak di Sikola Baruak ternyata mulai ditinggalkan. Hal ini seiring pula dengan mulai berkurangnya para Pabaruak.
Tema inilah yang kemudian coba diangkat oleh Genggam Arsuma Oejoen atau yang akrab disapa Gery Arsuma. Gery yang waktu itu kuliah di Telkom University, Bandung, jurusan Ilmu Komunikasi konsentrasi di bidang Broadcasting mengangkat budaya Sikola Baruak sebagai sebuah tugas akhir dalam bentuk sebuah film dokumenter.
Menurut Gery keinginannya untuk membuat sebuah Film tentang budaya minang memang sudah lama, karena menurutnya alam minangkabau banyak menyajikan hal-hal unik mulai dari kuliner, alam, budaya dan tradisi. Gery pun mulai menggali beberapa ide untuk pembuatan filmnya.
Ide pembuatan film Sikola Baruak sendiri muncul ketika Gery merasa saat ini ia sangat jarang melihat Pabaruak lewat. Padahal dulu menurut Gery, waktu kecil ia sering sekali melihat orang membawa Baruak dengan sepeda.
“Dulu waktu saya masih kecil dan tinggal di Ranah Minang, saya masih sering melihat dan bertemu dengan Tukang Baruak bersama Baruaknya. Tapi sekarang pemandangan tersebut sangat jarang saya temui. Saya pun memulai riset kecil-kecilan kenapa hal itu menjadi langka di zaman modern seperti sekarang,” tutur Gery.

Gery pun memulai risetnya ke daerah Padang Pariaman sebagai salah satu daerah yang sampai saat ini masih memiliki tradisi babaruak. Gery pun kemudian menjelajahi perkempungan-perkampungan di Pariaman sampai akhirnya bertemu dengan Yuang Oroh (60) di Nagari Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman yang kemudian menjadi pemeran utama dalam filmnya tersebut.
Di Film Dokumenter Sikola Baruak Yuang Oroh menjadi pusat cerita. Di Film inilah Yuang Oroh kemudian menceritakan asal muasal Sikola Baruak, alasan ia menjadi pelatih Baruak hingga kenapa pekerjaan sebagai pelatih Baruak kini banyak ditinggalkan.
Proses syuting ini berhasil diselesaikan oleh Gery selama 4 bulan. Gery menjelaskan dalam proses pembuatan film ini ia menggunakan gaya dokumenter Direct Cinema, dimana ia hanya menunggu momen-momen yang terjadi secara natural lalu mengabadikannya dengan kamera.
Gery juga mengaku dalam proses pengambilan gambar tidak banyak alat dan kru yang digunakan. Hanya dengan satu kamera dan microphone serta ditemani seorang line producer.
Setelah memasuki proses editing yang kurang lebih selama 3 bulan, film Sikola Baruak pun selesai dan berhasil mengantarkan Gery menjadi sarjana. “Baruak pengantar sarjana,” ujar Gery.
Pasca lulusnya Gery menjadi sarjana Film Sikola Baruak pun dibawa ke beberapa festival Film di tingkat Nasional dan Internasional diantaranya Denpasar Film Festival 2016, Festival Film Tasikmalaya 2015, Roma Cinema Doc 2016 hingga Los Angeles Cine Fest 2016.
Harapan Melalui Sikola Baruak
Dalam menggarap Film Sikola Baruak, Gery mempunyai harapan khusus mengenai tradisi yang ada di Ranah Minang khususnya mengenai hewan Baruak yang ternyata bisa patuh kepada manusia dan membantu kehidupan mereka.
“Binatang saja bisa mengerti dengan perkataan kita, apalagi manusia,” kata Gery.
Gery juga berharap melalui film ini bisa menjaga dan melestarikan tradisi babaruak yang sampai saat ini masih menghiasi kehidupan masyarakat Pariaman. Meskipun saat ini tradisi tersebut semakin lama semakin pudar ditelan zaman.
Selain itu Gery juga berharap industri perfilman di Minangkabau terus tumbuh dan berkembang. Karena banyak hal dari ranah minang yang bisa diangkat melalui media film mulai dari budaya, tradisi, bentang alam, kuliner dan hal-hal lainnya.
Beberapa Festival Film yang diikuti dan penghargaan untuk Film Sikola Baruak:
– Best Documentary Festival Film ISI Padang Panjang 2015
– Nominasi Best Documentary Denpasar Film Festival 2016
– Nominasi Best Documentary Festival Film Tasikmalaya 2015
– Special Mention I Filmmaker International Film Festival Marbella 2016
– Official Selection Truedoc Documentary Festival 2016
– Official Selection European Film Festival (Mainstream & Underground) 2016
– Official Selection Roma Cinema Doc 2016
– Official Selection Miami Independent Film Festival 2016
– Official Selection Los Angeles Cine Fest 2016
– Official Selection Barcelona Planet Film Festival 2016