Infosumbar.net – Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto (OCMHS)telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco pada 6 Juli 2019 di Kota Bakum Azerbaijan.
Sumbar patut berbangga karena hingga kini baru ada sepulug warisan dari Indonesia yang ditetapkan oleh Unesco.
Perlu kerjasama serta komitmen serius antar stakeholder mulai dari pelaku usaha, pariwisata, masyarakat, maupun penanggung jawab bersama pemerintah pusat, provinsi dan 7 kabupaten atau kota yang dilalui jalur kereta api yakni Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Sawahlunto dan Kota Solok.
Perhelatan pada kota dan kabupaten tersebut dinamakan Gelanggang Arang yang ditujukan untuk menggerakkan ekosistem kebudayaan di sepanjang kawasan WTBOS.
Di Kabupaten Solok, kegiatan ini digelar pada 25-26 November 2023 di Stasiun Nagari Kacang, Kecamatan X Koto Singkarak.
Berbagai kegiatan digelar dianaranya Pameran WTBOS, atraksi kuliner, lomba domino, hingga Dialog Warisan Budaya.
Pada Minggu (26/11/2023) dilaksanakan dialog warisan budaya yang dihadiri oleh stakeholder maupun masyarakat setempat.
Salah satu masyarakat Nagari Kacang yang ikut pada Dialog warisan budaya tersebut adalah Novlida (60).
Kegiatan ini, menurutnya dapat membangkitkan kembali kenangan menaiki kereta api yang sedari kecil sering ia naiki bersama keluarga.
“Sering sekali dong saya dari dulu naik kereta api bersama orang tua, maupun keluarga,” katanya kepada Infosumbar.net disela-sela dialog warisan budaya.
Diceritakannya kembali, pertama kali ia naik kereta api dari Stasiun Kacang, saat ia masih berumur 10 tahun.
“Pertama kali saya naik kereta api dari stasiun kacang itu saat SD. Saya naik kereta api bersama orang tua berarti sudah 50 tahun yang lalu,” ujarnya.
Sang ayah yang berjualan buah di Padang Panjang, mengharuskannya menaiki kereta api minimal satu kali dalam seminggu.
Suasana nyaman di dalam gergong kereta, masih teringat jelas dalam ingatannya, dengan bangku kereta yang memanjang berjejer saling berhadapan dengan ongkos yang saat itu haya Rp 50.
“Suasana kerea waktu itu, sangat nyaman, ramai sembari saya menikmati indahnya Danau Singkarak, maupun hijaunya sawah Solok. Sepengaetahuan saya dulu, sehari kereta bisa 5 kali pulang pergi lewat Stasiun Kacang,’ jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, kereta api yang dulu sering ia naiki mulai berhenti beroperasi dan terkahir ia naiki pada tahun 2009.
“Saya naik kereta api terkahir dari Stasiun Kacang ini tahun 2009. Saat itu, ada namanya kereta lebaran yang hanya ada satu kali dalam setahun. Setelah itu, saya tak pernah lagi naik kereta api dari Stasiun Kacang hingga sekarang,” sebutnya.
Tidak aktifnya kereta saat itu, menurutnya seakan akan membuat negeri mati. Padahal banyak kelebihan saat menaiki kereta api dibdanding moda transportasi lainnya.
“Saya rasa banyak kelebihan saat naik kereta api. Lebih nyaman, tidak macet dan bisa dinaiki secara beramai-ramai bersama keluarga dengan harga yang terjangkau,” ujarnya.
Dengan demikia, besar harapannya agar kereta api yang sempat aktif dapat diaktifkan kembali untuk memudahkan akses warga maupun untuk pariwisata,
“Saya berharap kereta api ini dapatdiaktifkan kembali. Apalagi saya sebagai guru TK Mutiara Bangsa yang lokasinya persis bersebelahan dengan Stasiun Kacang, sering pengembangan naik kereta api,” ucapnya.
“Jadi kami kalau ada pengembangan harus ke Padang dulu, kalau tidak naik kereta ke Pariaman, kami naik kereta ke Bandara Internasional Minangkabau. Kalau disini ada kan kami tidak perlu lagi jauh-jauh ke Padang naik kereta bersama anak-anak,” imbuhnya. (Ayi)