Infosumbar.net- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang melakukan audiensi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terkait 153 Izin Usaha Pertambangan (IUP) pertambangan yang bermasalah.
153 pertambangan itu sebelumnya telah diberikan sanksi sesuai Surat Kementerian ESDM RI Direktorat Jendral Mineral dan Batubara No: B-571/MB.05/DJB.B/2022 tentang penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dan Surat No.: B-70/MB.07/DJB.T/2022 tentang Pemberian Sanksi Administrasi (peringatan kedua).
Dalam audiensi itu, LBH Padang menyampaikan terkait kondisi evaluasi pemegang izin pertambangan pasca pemberian sanksi oleh Kementerian ESDM. Kemudian terkait masih terdapatnya beberapa pertambangan yang berada dalam kawasan hutan yang tidak memeiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan penggunaan kawasan Hutan yang berubah nomenklatur pasca UU Cipta Kerja.
Kepala Bidang SDA LBH Padang, Diki Rafiqi mengatakan, pihaknya menilai ada permasalahan serius terkait pengawasan pertambangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Provinsi yang seharusnya bersinergi soal pengawasan dan perizinan pertambangan, serta penjatuhan sanksi.
Menurutnya, kondisi saat ini terlihat carut marutnya pengawasan pertambangan, dimana pemerintah pusat belum menginformasikan baik data perizinan yang aktif dan dicabut, serta pertambangan yang diberikan sanksi.
“Situasi ini bisa membuat pengawasan terhadap pertambangan berjalan tidak efektif dan berdampak buruk kedepannya,” katanya, Senin (5/9/2022).
Merespons situasi ini, kata Diki, LBH Padang akan menyurati Kementerian ESDM terkait evaluasi penjatuhan sanksi kepada 153 pemengang perizinan pertambangan. Kemudian mendesak Pemerintah Pusat terutama Kementrian ESDM untuk melakukan sinergi data dengan Provinsi Sumbar.
Ditambahkannya, Pemerintah pusat harusnya melakukan penjatuhan sanksi kepada pemegang izin pertambangan yang masih belum melengkapi kewajiban.
“Kemudian Pemprov Sumbar dan publik wajib di informasikan terkait perusahaan tambang yang dijatuhi sanksi, karena data tersebut adalah informasi publik,” tuturnya. (Bul)