Infosumbar.net- Dikenal kaya akan keragaman budaya, Indonesia memang memiliki beragam tradisi dan ritual adat.
Bahkan, dalam momen pernikahan, setiap daerah punya tradisinya masing-masing sesuai adat-istiadat yang dipercaya masyarakat secara turun-temurun.
Meski bukan hal wajib, nyatanya masih banyak pasangan muda yang mengikuti tradisi dari daerah asalnya untuk menghargai tanah kelahiran sekaligus jadi bagian dari pelestarian budaya itu sendiri.
Salah satu suku yang terkenal dengan tradisi pernikahannya ialah Minangkabau. Saat melangsungkan acara pernikahan, orang Minang dikenal menjalankan berbagai ritual seperti marasek, maminang dan babimbang tando, mahanta siri, babako-babaki, malam bainai, dan manjapuik marapulai.
Selain tradisi-tradisi tersebut, salah satu hal yang identik dengan pernikahan Minang ialah penggunaan suntiang. Suntiang merupakan hiasan kepala kebanggaan anak daro yang identik dengan ukuran besar dan warnanya antara emas atau perak. Bentuk suntiang yang indah dan megah juga biasa diibaratkan sebagai mahkotanya perempuan Minang.
Namun, tentunya, suntiang bukan hanya sebagai hiasan kepala belaka. Perhiasan ini juga memilki makna dan filosofi yang erat kaitannya dengan budaya Minang.
Menurut pemakaiannya, ukuran suntiang memiliki perbedaan. Suntiang yang dipakai pengantin perempuan ukurannya lebih besar dan disebut suntiang gadang. Sementara itu, suntiang berukuran kecil biasa dipakai pendamping pengantin atau penari tradisional disebut suntiang ketek.
Sedangkan berdasarkan bentuknya, suntiang terbagi dalam beberapa macam, yaitu suntiang bungo pudieng, pisang saparak, pisang saikek, pinang bararak, kambang, mangkuto, kipeh, sariantan, dan matua palambaian.
Sebenarnya di daerah pesisir pun ada banyak jenis mahkota pengantin lain, seperti suntiang pisang saparak, dan suntiang tanduk. Namun, suntiang dari Padang Pesisir dianggap paling menarik dan popular pada tahun 1960an.
Bahwa Makna dari suntiang yaitu sebagai simbol untuk melewati masa peralihan dari remaja menjadi perempuan dewasa yang memiliki keluarga kecil.
Penggunaan suntiang juga tak lepas dari akulturasi budaya Indonesia dengan China. Hal ini bisa terlihat dari keindahan warna dan hiasan dalam bentuk suntiang yang mengambil elemen dari alam.
Seiring berjalannya waktu, perpaduan budaya tersebut semakin meluas dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Padangpariaman dan seluruh wilayah Minangkabau.
Bukan hanya itu, ukuran suntiang yang besar dan berat pun melambangkan beratnya tanggung jawab yang akan dipikul seorang perempuan setelah menikah karena ia harus berperan sebagai istri dan suami bagi keluarga, menjaga keutuhan rumah tangganya, dan bertanggung jawab lingkungan sekitar.