Infosumbar.net – Kritik pedas dilontarkan sejumlah mahasiswa terhadap acara Penas Tani yang dianggap hanya sebagai ajang “gagah-gagahan” dengan anggaran mencapai Rp100 miliar. Mahasiswa menilai banyak petani di Sumbar yang tidak mengetahui acara tersebut, sementara mereka sedang menghadapi berbagai permasalahan yang memprihatinkan.
Sejumlah mahasiswa tampak membawa sejumlah poster yang berisi pesan kritikan kepada pemerintah di lokasi utama Penas Tani di Lanus Sutan Sjahrir, Padang, Selasa (13/6/2023)
Salah seorang mahasiswa yang mengikuti aksi, Nopalion menjelaskan bahwa saat ini petani di Sumbar tengah berhadapan dengan sekelumit persoalan, antara lain ketersediaan pupuk yang mahal dan langka, saluran irigasi yang tidak memadai, perampasan lahan, harga jagung yang tidak stabil, dan harga komoditas pertanian yang cenderung rendah.
Selain itu, kekurangan penyuluh pertanian, penurunan hasil tangkapan ikan nelayan, kesulitan mendapatkan izin melaut, serta masalah-masalah lainnya juga menjadi sederetan masalah petani Sumbar yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah.
“Namun pemerintah menggelontorkan dana 100 miliar untuk agenda Penas Tani. Ini merupakan dana yang sangat fantastis.Acara ini untuk petani dan nelayan yang mana? Tampaknya mayoritas yang hadir adalah ASN,” kata Nopalion.
Hal yang sama juga disampaikan mahasiswa lainnya, Muhammad Jalali, juga turut menyurakan keprihatinannya mengenai perampasan lahan yang terjadi di Sumbar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, kata Jalali, terdapat 13 kasus konflik agraria yang melibatkan petani dan masyarakat adat dengan perusahaan atau negara.
“Konflik ini mencakup luas lahan sekitar 11.930 hektar yang tersebar di tujuh kabupaten di Sumbar. Sebanyak 2.802 keluarga atau 8.426 orang terdampak oleh konflik ini dan Pasaman Barat menjadi daerah dengan kasus konflik terbanyak,” ungkapnya.
Jalali menjelaskan di balik acara yang megah dengan anggaran fantastis ini, terdapat petani dan masyarakat adat di Sumbar yang tidak memiliki kedaulatan atas tanahnya sendiri, karena terkena dampak oligarki.
Jalali juga menyoroti ketidakberdayaan pemerintah dalam menghadapi permasalahan perampasan lahan di Sumbar.
“Pemerintah terlalu sibuk mencari investor untuk mengambil lahan rakyat secara paksa. Masyarakat yang seharusnya menjadi tuan di tanahnya sendiri sering kali diabaikan,” jelasnya. (Rga)