Lebih lanjut Ia menggambarkan, bahwa saat ini, ratusan Kepala Keluarga tersebut bertahan hidup dengan tinggal diberbagai fasilitas umum. Banyak juga diantara mereka yang tersangkut hukum, karena mencuri kayu akibat tuntunan hidup.
Tak hanya 270 KK itu saja, secara keseluruhan 4.886 Kepala Keluarga, yang merupakan warga 10 desa yang direlokasi juga membutuhkan perhatian serius. Banyak fasilitas umum yang belum mereka miliki, sehingga sangat menyulitkan masyarakat korban relokasi.
“Sedangkan di tempat yang baru, mereka juga mengalami banyak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka mulai dari air bersih, pangan, akses sekolah, akses layanan kesehatan sampai rusaknya tatanan sosial budaya dan tradisi mereka selaku masyarakat Minangkabau,” ungkapnya.
Secara umum Walhi merangkum, kasus pembabatan hutan adat milik masyarakat bukan hal baru lagi di Sumbar. Namun dari banyak kasus, yang paling mencolok itu adalah soal Dam PLTA Koto Panjang.
Sementara itu, Komisi I DPRD Sumbar berjanji, akan membahas laporan tersebut ditingkat komisi. Wakil Ketua Komisi DPRD Amora Lubis beserta beberapa Anggota Komisi I, Sultani dan Aristo mengatakan bahwa DPRD akan memperjuangkan hal itu sesuai dengan fungsi dan kewenagan yang dimiliki. (IS/Arie Huda)