Infosumbar.net – Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesai (Kemendagri RI) dan Tim Pembina Samsat Nasional mengkaji penghapusan pajak progresif dan bea balik nama kendaraan bermotor atas kendaraan bekas (BBN 2).
Hal ini, untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat mengurus administrasi balik nama. Seperti dikatakan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si, saat menyampaikan sambutan dan arahan membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 di Padang, Sumatera Barat, pada Jum’at (12/8/2022).
Kegiatan berlangsung secara luar jaringan (luring) dan dalam jaringan (daring) melalui aplikasi zoom meeting yang disiarkan kanal Youtube Ditjen Bina Keuangan Daerah.
“Kajian itu untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan BBN 2 guna mendapatkan data potensi kendaraan yang akurat,” kata Agus Fatoni.
Tim pengkaji terdiri dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni sendiri. Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol. Firman Shantyabudi dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono.
“Kami sudah menyampaikan kepada beberapa Gubernur, pada prinsipnya setuju,” sambungnya.
Fatoni menjelaskan, pemerintah daerah dapat menghapus pajak progresif kendaraan bermotor dan BBN 2. Sebab, provinsi memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan tersebut.
“Tujuan dihapuskannya BBN 2 adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah membeli kendaraan bermotor dari pihak lain,” ujarnya.
Menurut Fatoni, pemilik kendaraan justru enggan melakukan balik nama atas kendaraan yang diperoleh karena BBN 2.
“Jika BBN 2 dihapuskan dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah karena tarifnya hanya satu persen dari nilai jual kendaraan bermotor (NJKB),” ucapnya.
Dia menambahkan, saat ini masih banyak masyarakat yang tidak segera melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang dibeli. “Karena itu, pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2 dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat, karena sudah berpindah tangan tapi tidak terdata,” tutur Fatoni.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, mengatur penghapusan BBN 2. Pada pasal 12 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD menyebutkan, objek bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan.
“Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua, artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif,” kata Fatoni.
Meski ketentuan PKB dan BBNKB menurut undang-undang berlaku tiga tahun sejak ditetapkan, pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan.
“Karena pemerintah provinsi mempunyai kewenanangan untuk memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak,” ujarnya.
Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Strategi yang dilakukan adalah menertibkan data kendaraan bermotot. Hal ini dikarenakan pemerintah provinsi sering memberikan keringanan berupa pemutihan, Namun, justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.
“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu, biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif),tutur Fatoni.
Dampaknya, kata dia, pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. “Selain itu,data regident kendaraan bermotor juga ,menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” pungkasnya. (*)