Infosumbar.net – Keterlibatan salah satu politeknik di Sumatra Barat (Sumbar) dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akhirnya terungkap.
Dari penelusuran dan sejumlah konfirmasi yang dilakukan oleh Redaksi Infosumbar terungkap bahwa kampus tersebut merupakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh (PPNP).
Direktur PPNP, Jhon Nefri, kepada Infosumbar buka suara dan membenarkan bahwa dua orang yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka merupakan mantan direktur kampus yang kini ia pimpin.
Kedua mantan direktur tersebut diduga terlibat dalam kasus TPPO setelah mengirim sejumlah mahasiswa PPNP untuk mengikuti program magang di Jepang.
Namun, setelah tiba di Jepang, para mahasiswa malah dipekerjakan sebagai buruh tanpa upah dan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi.
“Saya sudah mendengar informasi ini sejak 12 Juni lalu saat penetapan tersangka. Kami akan menelusuri lebih lanjut dan akan kooperatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” ungkapnya, Rabu (28/6/2023).
Saat ini, ia belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini karena tengah berada di rumah sakit. Ia berjanji akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait kasus ini dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
Selain itu, Ia juga mengakui bahwa program pengiriman mahasiswa ke luar negeri telah dihapus sejak dirinya menjabat sebagai direktur.
“Sejak saya menjabat direktur program magang ke luar negeri bagi mahasiswa ini sudah dihentikan,” sebutnya.
Kasus ini terbongkar setelah korban berinisial ZA dan FY melaporkan kejadian ini ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang.
“Korban bersama sembilan mahasiswa lain dikirim oleh salah satu politeknik untuk magang di perusahaan di Jepang. Tapi di sana mereka malah jadi buruh,” kata Dirpitidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Selasa (27/6/2023).
Selama di Jepang, para mahasiswa diwajibkan bekerja selama 14 jam sehari tanpa hari libur. Mereka juga dilarang menjalankan ibadah selama bekerja.
Selain itu, upah yang diberikan kepada mereka hanya sebesar 50.000 Yen atau sekitar Rp5 juta per bulan. Para mahasiswa juga dipaksa membayar 17.500 Yen atau sekitar Rp2 juta sebagai dana kontribusi bagi kampus. (Rga)