Oleh : Annisa Junaidi
(Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas)
Perkembangan Industri Komunikasi di Indonesia
Berdasarkan data yang disajikan oleh Hootsuite tentang pengguna internet di Indonesia tahun 2021, terlihat adanya kenaikan dalam semua lini seperti kepemilikan perangkat komunikasi atau gadget, koneksi dengan internet, dan kepemilikan akun media sosial. Pada awal 2021 data Hootsuite menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 202,6 juta pengguna dari jumlah warga negara Indonesia yang berjumlah 272,9 juta jiwa. Namun, yang menarik di sini adalah jumlah pengguna perangkat komunikasi di Indonesia adalah 345,3 juta yang melebihi dari jumlah penduduk di Indonesia. Artinya ada banyak orang yang menggunakan lebih dari satu perangkat komunikasi dalam kesehariannya.
Sedangkan menurut databoks, pengguna internet di kalangan pelajar usia 5-24 tahun meningkat tajam dari 33,98% menjadi 59,33% selama rentang tahun 2016-2021. Banyaknya pengguna internet di bawah umur membuat mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi di perangkat yang ada di genggaman mereka. Hal ini tentu tidak akan lepas dari kegiatan yang dilakukan oleh semua orang yang saat ini, terutama di masa pandemi, yang kebanyakan hanya berlangsung di dunia siber atau yang kita kenal dengan cyberspace atau juga ruang digital.
Dampak Industri Komunikasi terhadap Perilaku Seksual Remaja
Seperti yang kita ketahui, setiap platform media sosial memiliki kebijakannya masing-masing dalam membuat kategori dari konten yang diunggah ataupun ditonton oleh penggunanya. Seperti youtube, sebagai media sosial yang paling banyak diakses oleh penduduk Indonesia, memiliki syarat umur yang harus dipenuhi oleh pengguna untuk menonton konten tertentu. Tapi, apakah ini cukup? Umur bukanlah penghalang lagi bagi pengguna media sosial di bawah umur saat ini, karena umur bisa mereka kelabui melalui akun yang mereka buat ataupun alamat surel yang mereka miliki. Sehingga ketika mereka mengakses konten-konten dewasa bukanlah masalah lagi.
Situs-situs berbau pornografi dan kekerasan sudah banyak yang diblokir oleh pemerintah dengan perkembangan sensor yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menggunakan TrustPositif. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang membuat orang beramai-ramai bersaing untuk meraup keuntungan di dunia siber, semua hal rela dilakukan termasuk dengan membuat konten yang tidak sesuai dengan norma susila dan agama di platform yang lebih sering diakses hampir semua orang. Konten-konten seperti ini semakin marak beredar demi meraih penonton yang memiliki kecanduan terhadap konten sejenis. Untuk youtube sendiri memiliki konten dengan ”age restriction”, tapi karena umur bisa dimanipulasi melalui akun ataupun e-mail akhirnya konten tersebut bisa dengan mudah diakses siapapun dan jumlah penontonnya pun sangat banyak.
Karena sudah tidak ada lagi batasan di media sosial, maka para remaja dengan mudah bisa mendapatkan akses ke konten yang belum sesuai dengan usia mereka. Tidak hanya di platform seperti youtube, namun yang berbasis tulisan pun juga menjadi salah satu pengaruh yang berbahaya bagi para remaja. Belakangan banyak sekali novel dan komik online yang berisikan tentang adegan-adegan dewasa hingga cerita tentang perilaku seks menyimpang. Sehingga bisa kita lihat saat ini banyak sekali postingan diberbagai platform media sosial yang menunjukkan perilaku remaja yang sudah tidak sesuai lagi dengan norma yang berlaku sebagai bentuk kebebasan berekspresi versi mereka.
Penggunaan media sosial bagi remaja saat ini sudah tidak bisa dikontrol siapapun juga, bahkan oleh orangtua mereka sendiri. Oleh sebab itu adalah tanggungjawab semua pihak untuk memahami permasalahan yang terjadi di media sosial termasuk dengan cara menyajikan lebih banyak konten positif sehingga para remaja bisa mendapatkan arahan. Solusi yang bisa ditawarkan dengan kondisi remaja yang saat ini sudah terpapar siang dan malam oleh media sosial adalah dengan memberikan literasi digital. Literasi ini bukan hanya sekadar informasi tentang apa itu media sosial dan bahayanya, namun juga lebih ke kampanye kesadaran bahwa mereka menyadari apa saja yang mereka lakukan di media sosial dan dampaknya terhadap masa depan mereka. Selain itu, pengaruh orangtua juga sangat besar dalam menjaga putra-putri mereka agar tetap berada dalam pengawasan yakni dengan cara meng-update terus ilmu mereka agar tidak tertinggal jauh. (*)