Dinas Perkebunan Sumatra Barat menyatakan sekitar 30% lahan karet di provinsi itu perlu peremajaan karena rata-rata sudah berusia di atas 25 tahun dan menyebabkan produksi karet menurun.
Kepala Dinas Perkebunan Sumbar Fajaruddin menyebutkan dari 179.000 hektare lahan karet, sekitar 70.000 hektare sudah tidak berproduksi.
“Sekitar 30% sudah tidak berproduksi lagi, karena usianya yang sudah tua dan keberadaan kebun yang sudah rusak. Jadi perlu peremajaan,” katanya, Kamis (24/10/2013).
Produksi karet Sumbar saat ini hanya 144.983 ton/tahun. Jika lahan yang tidak berproduksi maksimal itu bisa dioptimalkan melalui peremajaan, dia yakin produksi karet bisa mencapai 200.000 ton/tahun.
Apalagi karet merupakan salah satu produk ekspor andalan selain CPO, cokelat dan kopi. “Kalau digarap optimal dan dari bibit yang bagus, produksinya bisa meningkat lagi,” ucapnya.
Dia mengatakan sebagian besar lahan karet yang perlu diremajakan itu berada di kabupaten Dharmasraya, Sijunjung, Solok Selatan, Pesisir Selatan, dan Pasaman. Fajaruddin menargetkan dalam 5 tahun ke depan peremajaan lahan karet tersebut bisa diselesaikan.
“Peremajaan ini perlu untuk meningkatkan produksi dan mensejahterakan petani. Karena sebagian besar lahan karet kita adalah milik kebun rakyat,” ujarnya.
Untuk menjalankan program peremajaan lahan karet itu, Dinas Perkebunan Sumbar menyediakan 300.000 batang bibit setiap tahunnya.
Namun, ketersediaan bibit tersebut belum mencukupi kebutuhan petani karet yang mengajukan proposal permintaan bibit sampai 400.000 batang setiap tahun.
“Ini kan soal anggaran lagi, pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan bibit berkualitas sesuai permintaan petani. Mengatasi itu, sekarang kami buka kebun induk untuk pembibitan karet di Pasaman. Produksinya sampai 1,2 juta biji/tahun,” katanya.
Dia berharap keberadaan kebun induk tersebut bisa menjawab persoalan kurangnya bibit berkualitas pada petani.
Bisnis Jabar
JIBI/k29