Infosumbar.net- Ahli waris dari pihak Almarhum Syaarani Ali membantah tudingan salah seorang ahli waris lainnya yang menyebutkan pembagian warisan almarhum ayahnya itu tidak dilakukan secara adil.
Kuasa hukum enam ahli waris Almarhum Syaarani Ali, Defika Yufiandra, mengatakan bahwa Almarhum ketika meninggal dunia meninggalkan delapan anak, terdiri dari tiga laki-laki dan lima perempuan.
Selain itu, Almarhum juga meninggalkan harta warisan antara lain berupa saham-saham dalam PT RIS dan PT Pangkalan Niaga serta beberapa tanah dan bangunan.
Kemudian salah satu ahli waris, Deni Yolanda mempersoalkan perubahan persentase kepemilikan sahamnya yang sebelumnya sebanyak 10 persen menjadi 0,1 persen.
Terkait hal itu, Defika menjelaskan harta warisan berupa saham telah dibagikan sesuai dengan kesepakatan para ahli waris.
Berdasarkan kesepakatan tersebut Deni Yolanda memperoleh 120 saham atau sama dengan 12 persen dalam PT RIS dan 7 saham atau sama dengan 12 persen dalam PT Pangkalan Niaga.
Warisan saham tersebut pun telah disetujui dalam RUPS PT RIS dan RUPS PT Pangkalan Niaga yang berita acara rapatnya dibuat oleh notaris dan telah dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Deni Yolanda sendiri turut hadir dan memberikan suara setuju dalam kedua RUPS tersebut.
“Penurunan presentase kepemilikan saham Deni Yolanda terjadi karena PT RIS dan PT Pangkalan Niaga melakukan peningkatan modal,” kata Defika.
“Sebelumnya modal saham disetor dalam PT RIS berjumlah 1.000 saham ditingkatkan menjadi 21.000 saham dan modal saham disetor dalam PT Pangkalan Niaga yang semula berjumlah 60 saham ditingkatkan menjadi 20.200 saham,” katanya lagi.
Peningkatan jumlah saham disetor tersebut lanjutnya, kata Defika, telah disetujui oleh RUPS PT RIS dan PT Pangkalan Niaga yang berita acara rapatnya dibuat oleh notaris. Deni Yolanda dengan didampingi penasihat hukumnya juga menghadiri kedua RUPS tersebut. Peningkatan modal saham disetor itu juga telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian dalam kedua RUPS, Deni Yolanda menyatakan tidak setuju dan tidak akan mengambil bagian saham-saham baru yang dikeluarkan oleh PT RIS dan PT Pangkalan Niaga.
“Sampai saat ini jumlah saham Deni Yolanda dalam PT RIS tetap berjumlah 120 saham dan dalam PT Pangkalan Niaga tetap berjumlah 7 saham. Artinya tidak ada pengurangan jumlah saham milik Deni Yolanda dalam kedua perusahaan tersebut,” tuturnya.
Penurunan persentase kepemilikan saham Deni Yolanda terjadi karena dia tidak ikut mengambil bagian saham-saham baru hasil dari peningkatan modal (saham yang disetor), sehingga faktor pembagi dalam menghitung prosentase kepemilikan berubah dari semula 1.000 dalam PT RIS menjadi 21.000.
Dalam PT Pangkalan Niaga yang semula 60 menjadi 20.200, sehingga presentasi kepemilikan saham Deni Yolanda dalam PT RIS menjadi 120/21.000 X 100% = 0,57% dan dalam PT Pangkalan Niaga menjadi 7/20.200 X 100% = 0,03%.
Selanjutnya atas pernyataan Deni Yolanda bahwa dia dapat rumah, tapi itu belum atas namanya dan masih atas nama almarhum, Defika menjelaskan pernyataan itu membuktikan bahwa dia telah menerima warisan berupa rumah. Hanya saja dia mempersoalkan rumah tersebut belum atas nama dia tetapi masih atas nama almarhum.
“Memang harta warisan yang dibagikan terdaftar atas nama almarhum dan untuk balik nama menjadi atas nama masing-masing ahli waris yang menerimanya secara hukum adalah kewajiban dan atas biaya masing-masing ahli waris yang menerimanya tersebut,” kata mantan Ketua KNPI Sumbar itu.
Ditambahkannya, ketika Syaarani Ali wafat harta warisan berupa tanah dan bangunan sedang dijadikan jaminan kredit atau hutang perusahaan pada bank. Kemudian para ahli waris meminta salah satu ahli waris yaitu Desnita agar warisan tersebut dikeluarkan atau dibebaskan dari jaminan bank. Bank tentu saja tidak akan membebaskan atau melepaskan harta warisan tersebut sebagai jaminan, kecuali seluruh hutang kepada bank tersebut dilunasi.
Karena kondisi cash flow perusahaan saat itu tidak memungkinkan untuk melunasi kredit atau utang kepada bank, maka Desnita mengusahakan agar perusahan mendapatkan kredit dari bank lain dengan menjaminkan harta pribadinya.
Kemudian dana yang berasal dari kredit bank baru tersebut dipergunakan untuk melunasi utang perusahaan kepada bank sehingga harta warisan dapat dibebaskan dari jaminan bank dan kemudian dibagikan kepada ahli waris.
“Apabila kredit bank tersebut tidak dilunasi maka ada kemungkinan harta warisan akan disita yang pada akhirnya akan dilelang oleh bank untuk melunasi kredit atau utang perusahaan. Jika hal itu terjadi maka harta warisan tersebut tidak dapat dibagikan kepada ahli waris,” jelasnya.
Defika menegaskan, kliennya tidak pernah sama sekali mengambil sesuatu yang bukan haknya, apalagi hak dari saudara kandungnya sendiri.
Sebelumnya Deni Yolanda melayangkan gugatan ke Pengadilan Agama Kelas I A Padang. Dalam gugatannya, Deni meminta agar pembagian warisan mendiang orangtuanya dibagi secara adil.
“Setelah papa wafat, belum ada pembagian warisan yang disepakati bersama secara tertulis,” kata Deni, Kamis (3/8/2023).
Deni menyebut aset yang diwariskan berupa dua perusahaan keluarga PT. RIS Investindo Sarana (RIS) dan PT Pangkalan Niaga yang bergerak di bidang distribusi dan ekspedisi semen. “Lalu ada rumah, tanah, gedung dan lainnya. Sekitar Rp60 miliar lebih,” jelas Deni.
Menurutnya, awalnya memang ada pembagian saham dari kedua perusahaan itu, namun belum dilakukan secara adil.
“Saya awalnya dapat 10 persen, tapi lama-lama sekarang jadi 0,1 persen. Lalu saya dapat rumah, tapi itu belum atas nama saya tapi masih atas nama almarhum,” ungkapnya.
Menurut Deni, pihaknya menggugat karena ingin mendapatkan hak secara adil dan diputuskan oleh pengadilan. (Bul)