Infosumbar.net – Seorang wanita bernama Faktavia (50) meminta agar dugaan kasus kekerasan seksual yang menimpa adik iparnya, R, yang mengalami keterbelakangan mental segera diusut.
Berdasarkan keterangan korban yang dikuatkan dengan pemeriksaan psikiater Faktavia mencurigai bahwa pelaku kekerasan seksual tersebut adalah keluarga dari bibinya, berinisial I.
Kecurigaan ini berawal ketika R yang datang bersama bibinya dari Payakumbuh tiba di rumah Faktavia di Dumai pada 8 Mei 2023.
“R tiba di rumah bersama bibinya, kondisinya memprihatinkan. Turun mobil dipapah, berjalan berpegangan pada dinding rumah dan badannya sangat kurus. Suatu ketika dia meminta untuk dimandikan. Namun, bibinya melarang saya memandikan korban,” ungkapnya, Selasa (24/9/2024).
Faktavia pun membiarkan bibinya yang biasa mengurus korban untuk memandikan R. Beberapa jam kemudian, keluarga bibi korban berpamitan untuk kembali ke kampung. Namun, R menolak ikut pulang dan memilih tinggal sementara di Dumai.
“Kami sepakat bahwa jika nanti R ingin pulang, dia akan diantar kembali ke Payakumbuh,” tambahnya.
Setibanya di kampung, bibi korban menelepon Faktavia, mengabarkan bahwa mereka telah sampai. Pada kesempatan itu Bibi korban juga menyebutkan agar tidak berpikiran buruk mengenai luka di punggung R.
“Dia bilang itu bekas garukan sisir. Namun, ketika saya memandikan R, saya melihat ada lebam di punggungnya,” jelas Faktavia.
Saat ditanya mengenai lebam tersebut, R mengaku bahwa dia dipukul oleh bibi dan anaknya karena menolak memberikan uang bantuan sosial (bansos) yang diterimanya. “R kebetulan menerima bansos karena kondisi keterbelakangannya,” ujar Faktavia.
Faktavia juga mencurigai adanya pelecehan seksual terhadap R, terutama setelah mengetahui bahwa anak laki-laki bibi korban, berinisial A, juga ikut memukul dan memandikan R.
“Saya bertanya kepada R apakah dia pernah diperkosa, dan dia mengaku bahwa A telah memperkosa dan mensodominya. Saya sangat terkejut mendengar pengakuannya,” tuturnya.
Faktavia sempat ragu dengan pengakuan tersebut, namun setelah bertanya kembali seminggu kemudian, R tetap memberikan jawaban yang sama. Seminggu setelah itu, R juga mengaku diperkosa dan disodomi juga oleh adik A berinisial D. Atas pengakuan tersebut, Faktavia memberitahu suaminya dan kemudian berkonsultasi dengan PPA Dumai.
Pihak PPA terkejut dan setelah melakukan wawancara dengan korban, R menyebutkan bahwa suami bibinya, yang dipanggil Pak Etek, juga terlibat dalam pemerkosaan dan sodomi ” Korban memberikan keterangan yang konsisten saat diwawancara kembali oleh psikolog seminggu kemudian,” lanjut Faktavia.
PPA Dumai menyerahkan kepada saya apakah akan membuat laporan atau tidak,” katanya.
Sebelum melapor ke PPA, Faktavia terlebih dahulu menghubungi kepala jorong dan wali nagari di Payakumbuh untuk meminta saran. Wali nagari menyarankan agar laporan dibuat dan menegaskan tidak akan melindungi warga yang bersalah.
Namun, ketika Faktavia meminta bantuan perangkat jorong dan babinsa via telpon untuk memfasilitasi mencarikan solusi dengan bibi korban, respon yang diterimanya terkesan saling lempar tanggung jawab. Akhirnya, Faktavia melaporkan kasus tersebut ke PPA Dumai.
Dari PPA Dumai, penanganan kasus terus bergulir ke PPA Riau. Karena korban berdomisili di Sumatera Barat, PPA Riau berkoordinasi dengan PPA Sumbar. Kemudian pada 31 Januari, psikiater mengunjungi korban dan menyatakan bahwa R mengalami trauma berat yang panjang. Namun, untuk pembuktian lebih lanjut, diperlukan visum terhadap R.
PPA Riau siap memfasilitasi pendampingan korban untuk melapor ke pihak kepolisian. “Saya mengurus surat domisili dan berencana berangkat ke Sumbar, namun proses ini tertunda karena PPA Riau mengaku masih menunggu kejelasan dana dari Kementerian,” jelasnya.
Meski telah delapan bulan sejak pelaporan, kasus tersebut belum menemukan titik terang. Tiba-tiba muncul pernyataan dari PPA Riau bahwa kasus telah diselesaikan secara damai, baik oleh Faktavia maupun pihak keluarga di Payakumbuh, padahal tidak benar sama sekali.
Hampir setahun kasus ini tidak ada perkembangannya. Atas berbagai pertimbangan akhirnya suami Faktavia yang merupakan kakak kandung korban, memutuskan untuk mengantar R kembali ke Payakumbuh pada 7 Agustus 2024, dengan anggapan kasus ini tidak bakalan selesai.
Faktavia kemudian mendesak PPA Riau agar kasus ini dilimpahkan ke PPA Sumbar. Baru kemudian setelah ada rekomendasi dari PPA Sumbar Faktavia kemudian melapor ke Polres Payakumbuh pada tanggal 23 September 2024, dengan pendampingan dari PPA Kab. Limapuluh Kota.
Proses pelaporan ke Polres Kota Payakumbuh ternyata mengalami kendala, karena bibi dan ninik mamaknya tidak mengizinkan R dibawa untuk divisum sebagai pelengkap syarat laporan ke kepolisian.
Karena upaya pengungkapan kebenaran dan penegakan hukum menemui jalan buntu Faktavia berharap dukungan dari semua pihak terkait demi tegaknya keadilan bagi korban.
“Kami berharap agar kasus ini segera terungkap dan terduga pelaku kekerasan seksual tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku. Tidak ada pintu damai bagi pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Jangan ditutupi dengan dalih menjaga nama baik keluarga, nama baik kaum, nama baik kampung. Kebenaran harus diungkap, keadilan harus ditegakkan dan pelaku harus ditindak tegas agar ada efek jera bagi masyarakat” tutupnya. (Bul)