Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar, Rosnini Savitri melalui Kabid P2 dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, DR. dr. Irene, MKM mengatakan Sumatera Barat termasuk salah satu provinsi endemis penularan rabies.
Bahkan menurut Irene dari periode Januari hingga Agustus 2015, telah terjadi 2.601 kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies (GHTR).
Untuk penanganan kasus rabies Dinas Kesehatan dan Dinas Perternakan mempunyai peranan penting. Dinkes fokus pada penanganan atas dampak serta melakukan pencegahan, sedangkan Disnak terfokus pada pencegahan lewat berbagai kampanye vaksinasi rabies.
Menurut Irene, jika ada masyarakat yang digigit oleh anjing maka sebaiknya hewan tersebut jangan tersebut jangan dibunuh terlebih dulu.
“Masyarakat jangan mambunuh anjing yang menggigit korban. Saat terjadi kasus GHTR, langsung cuci bekas gigitan dengan sabun pada air yang mengalir, lalu kunjungi pelayanan kesehatan. Sembari itu kita pantau anjing yang menggigit tersebut. Jika selama 14 hari setelah kejadian anjing itu masih hidup, maka korban akan diberi Vaksinasi Anti Rabies (VAR). Tapi jika anjing itu mati setelah menggigit, korban harus diberi Serum Anti Rabies (SAR). Karena jikan anjing itu mati setelah menggigit, dapat dipastikan ia terkena rabies,” jelasnya.
“Untuk gejala pada kasus yang terlambat ditangani, tidak mudah dideteksi karena gejala gigitan tak bisa langsung terlihat. apabila lambat ditangani, korban bisa saja meninggal bertahun-tahun setelah kejadian, tergantung perkembangan rabies di tubuhnya,” terangnya.
Menurutnya yang terpenting adalah mencegah, karena untuk satu vial SAR saja harganya mencapai Rp2 juta, sedangkan berat 1 kiur vaksin (4 vial) VAR harganya mencapai Rp750 ribu.