“Mereka masih bergantung kepada cara penyiksaan untuk mencari pengakuan. Praktik ini juga di dukung dengan adanya impunity (kekebalan hukum) bagi pelaku yang cendrung hanya di hukum percobaan apabila kasus ini sampai ke persidangan. Contohnya saja kasus Rik dan Saka, dimana pelaku cuma dihukum percobaan delapan bulan dan dua tahun,” sambungnya.
Ia menambahkan, perlunya mengkriminalisasi penyiksaan dalam hukum pidana nasional, dimana sebaiknya hal tersebut diatur di dalam aturan khusus seperti Undang-Undang Anti Penyiksaan dan menggunakan hukum acara khusus yang menjamin adanya independensi penegakan hukum.
“Selain itu untuk menekan angka penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, reformasi terhadap institusi penegak hukum wajib untuk dilakukan. Mulai dari tahap mekanisme perekrutan, pembangunan sistem keterbukaan institusi hingga mekanisme kerja penegakan hukum yang lebih mengedepankan dan menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,” ujar Wendra. (IS/Arie Huda)







