Infosumbar.net – Dokter Deddy Herman mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait aliran dana Covid-19 di Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi.
Menurut Deddy, surat itu dikirim pada 29 Mei dan 30 Mei 2023 lengkap dengan berkas pengaduan dan kronologis lengkap perihal pembayaran jasa penanganan Covid-19 di Bukittinggi.
“Saya meminta perlindungan diri dan hukum kepada Presiden RI,” kata Deddy Herman pada wartawan Senin malam 12 Juni 2023.
Selain kepada Presiden, Deddy juga menyurati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Surat itu juga ditembuskan ke Kejaksaan Agung dan KPK. Surat saya telah sampai dari Menko Polhukam langsung ke KPK, dari Mensetneg langsung ke LPSK, kemudian dari Istana ke Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Menurut dokter spesialis paru yang pernah menjabat Wakil Satgas Covid-19 itu, surat yang dia kirim telah direspon Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung katanya, meminta Kejaksaan Tinggi Sumbar serius menangani kasus ini.
Deddy menduga, ada penyelewengan dana penanganan Covid-19 dari Kemenkes hingga Rp 100 miliar. Penggunaan dana itu menurutnya tidak sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) dalam penanganan kasus Covid-19.
Ia mempertanyakan aturan yang diterapkan manajemen RSAM Bukittinggi yaitu SK-direktur nomor: 341 tahun 2021 dengan dasar Permenkes no.85 tahun 2015.
“Ini adalah kekeliruan, COVID-19 adalah bencana, dan tentu peraturan yang dirujuk sesuai dengan keadaan bencana melalui KMK penanganan COVID-19,” tegasnya.
Dalam mengawal kasus ini, Deddy menegaskan bertindak atas nama nakes, dokter, perawat, satpam, cleaning service.
“Saya ditelpon sering mendapat tekanan. Saya merasa diintimidasi oleh Inspektorat sebelumnya karena tidak melapor dulu ke Satuan Pengawas Internal (SPI) atau Inspektorat, padahal saya sudah sejak tiga tahun lalu mempertanyakan,” katanya.
Ia juga merasa diancam akan dipindahtugaskan ke Kota Padang dan diadukan ke Dekan sebagai dosen di Kampus Unand.
Deddy mengungkapkan adanya pertemuan lanjutan seluruh nakes pada awal Februari yang mana mantan Direktur RSAM mengakui kesalahannya dalam soal pembagian uang dana COVID-19 itu.
“Saat itu, mantan Dirut dan dan beberapa petinggi lainnya mengakui mereka telah membuat Surat Keputusan (SK) yang salah dan pembagian uang yang salah. Mereka minta maaf dan saat itu juga ada usaha untuk merubah SK untuk menutupi kesalahan, saya bilang masalah ini belum selesai belum ada keputusan, ada orang-orang yang dirugikan dan difitnah,” katanya.
Deddy mempertanyakan adanya SK yang diganti beberapa kali tidak sesuai PMK dengan memperkecil bagian bagi mereka yang bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19.
“60 persen jasa pelayanan sesuai aturan negara diganti menjadi 40 persen, sebaliknya jasa sarana yang dijadikan 60 persen, saya curigai juga pergantian SK yang bisa dilakukan sesaat saja dan berbiaya Rp612 juta untuk pembuatan SK itu saja,” kata Deddy.
Menurutnya, seluruh data dari kecurigaannya itu beserta rekaman ia lampirkan dalam pengaduannya.
“Saya lampirkan video rekaman saya dan bukti, hasil berikutnya saya serahkan pada Allah,” ujarnya.