Infosumbar.net – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah X-A (Provinsi Sumatera Barat) 2022 – 2026, mendukung penuh mosi tak percaya kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim agar dicopot dari jabatannya oleh Presiden Joko Widodo.
Hal ini disampaikan Ketua APTISI Provinsi Sumbar, Dr. Ir. Hendri Nofrianto, M.T, kepada sejumlah media di Padang, pada Kamis (22/9/2022) pagi.
Dikatakan, mosi tak percaya kepada Nadiem Makarim terpicu oleh Rancangan Undang Undang (RUU) Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan pemerintah (Kemendikburistek) kepada DPR sangat liberal dan menzalimi PTS.Ditambah keberadaan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang berorientasi bisnis saja.
Sedangkan, Nadiem Makarim tidak pernah mengajak Aptisi untuk ikut terlibat membahas RUU ini. Walaupun sudah beberapa kali diajak audiensi.
“Tuntutannya sangat sederhana, pertama yaitu tolong jangan diteruskan RUU Sisdiknas. Jangan nanti diam-diam sudah menjadi UU. Karena didalam itu sangat mencederai harkat martabat guru dan dosen yang dijadikan pekerja. Sementara dari profesi perlu dihargai keahliannya,” ujar Hendri Novrianto.
Dia melanjutkan, yang kedua menyangkut untuk kegiatan penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mandiri.
“Yang mandiri itu kalau bisa kedepan proporsional. Proporsional ini adalah kami berharap PTN sedikit mempertimbangkan PTS,” sebutnya.
“Kemudian masalah beasiswa kuliah, harapann kami APTISI, mengapa tidak berpihak kepada PTS. PTS itu variasinya terhadap jumlah dan kemampuannya terhadap finansial sangat variatif. Kami melihat seperti itu,” jelasnya.
Yang ketiga, menurut Hendri adalah menyangkut akreditasi di PTS. Dia mencontohkan, jumlah PTS di Indonesia itu 450.000. Jika dirata-ratakan saja satu PTS punya 10 program study (prodi), banyaknya 45.000.
“Sekarang, kalau kita akan ikut akreditasi tidak dibawah BAN-PT, karena BAN-PT tidak mengakomodir lagi. Yang mengakomodir adalah Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) Perguruan Tinggi bentukan masyarakat. Biaya akreditasi satu prodi itu adalah 53 juta,” ucapnya.
“Selama ini masalah biaya akreditasi itu dibawah tanggungjawab pemerintah, gratis. Ini perlu ada jalan keluar,” terangnya.
Tuntutan selanjutnya, kata Hendri Nofrianto, untuk menurunkan Mendikbudristek, karena telah semena-mena dan kebijakannya tidak berpihak kepada APTISI.
“Dari informasi yang didapat, selama ini 4 tahun tidak pernah Bapak Menteri sama Dirjen. Dia hanya rapat dengan tenaga ahlinya. Kalau dibandingkan dengan Menteri sebeumnya, ada rapat sekali 2 bulan,” tukasnya.
Terakhir, APTISI meminta untuk menghapuskan uji kompetensi, terutama bagi mahasiswa kesehatan yang akan diwisuda.
“Kesehatan itu sebelum diwisuda harus ujian kompetensi. Sementara kompetensi itu berada diluar tanggungjawab akademik. Yang akademik hanya sampai keluar ijazah,” tukuknya.