BATU, MALANG – Menulis merupakan salah satu cara berdakwah paling dahsyat. Lewat menulis, pesan-pesan dakwah lebih mengena dan mengabadi bahkan dapat menciptakan “nyawa kedua” bagi seorang pendakwah (muballigh, da’i, ulama).
“Nyawa kedua” yang dimaksud adalah, walau seorang pendakwah telah meninggal dunia sementara dia menulis, nama dan karyanya akan tetap hidup sepanjang masa, tidak ada habisnya hingga akhir zaman.
“Menulis (bil qalam) sama pentingnya dengan cara berdakwah lainnya, seumpama bil lisan (ucapan) dan bil hal (perbuatan),” kata Muhammad Subhan, Pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia dalam Pelatihan Menulis Kreatif yang diikuti 40an Koordinator Baitul Maal Hidayatullah (BMH) se-Kota Malang, Ahad (17/11), di Pesantren Hidayatullah Khusus Putri, Batu, Kota Malang, Jawa Timur.
Walau begitu, ungkap Muhammad Subhan, belum semua pendakwah mempraktikkan keterampilan menulis sebagai media dakwah dalam menyebarluaskan pesan-pesan agama (Islam). Para pendakwah mayoritas masih berkutat dengan metode dakwah bil lisan (ucapan) dan bil hal (perbuatan).
“Padahal, jika para juru dakwah menuliskan apa yang yang mereka syiarkan lewat lisan dan perbuatan, dampaknya akan luar biasa,” katanya.
Dia juga mengumpamakan, seandainya Kitab Suci Alquran tidak ada yang menuliskan dan membukukan, mungkin umat Islam hari ini akan mengalami masa jahiliyah.
“Tetapi kita bersyukur, Alquran dan Hadis Nabi telah dibukukan sehingga kita dapat membaca, menghafal, dan mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari,” tambah Muhammad Subhan yang sehari sebelumnya menjadi instruktur Penulisan Siaran Pers di Kantor Bea dan Cukai Tulungagung.
Dalam pelatihan itu, Muhammad Subhan berbagi kiat cara mengirimkan tulisan ke media massa. Dia meminta peserta untuk menentukan fokus tulisan, hendak menulis apa. Karya tulis yang dikirim ke media menurutnya harus sesuai visi dan misi media yang dituju, sebab tiap-tiap media berbeda segmentasi dan bidang garapannya.
Selain itu, topik yang dipilih harus aktual, sesuai momen, menarik dan menjadi hajat orang banyak serta memiliki bobot yang baik (berkualitas). “Tulisan harus ditulis secara sistematis dan jika artikel harus menawarkan solusi,” tambahnya.
Selain berdiskusi tulis menulis dan berbagi kiat mengirimkan tulisan ke media massa, juga diberikan latihan editing serta membahas konflik/masalah di dalam tulisan yang bersifat fiksi. Peserta tampak antusias mengikuti pelatihan itu hingga acara selesai.
Panitia Pelaksana acara itu, Makinudin dan Imron Mahmudi menyebutkan, pelatihan menulis kreatif itu bertujuan untuk memberikan dukungan semangat kepada para koordinator BMH di bawah binaan Hidayatullah agar dapat menuliskan segala hal yang ditemui di lapangan. Sebagai instruktur pihak penyelenggara menggundang Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.
“Dari pelatihan ini kami harapkan, para Koordinator BMH dapat bersemangat untuk menuangkan gagasan mereka dalam bentuk karya tulis,” ujar Imron Mahmudi. (REL)