Oleh: Lismomon Nata (Ketua Pokja Ketahanan Remaja Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat)
Infosumbar.net – Agama atau spiritualitas merupakan hal esensial bagi setiap manusia. Koentjaraningrat (1990) mengungkapkan bahwa itu merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal. Artinya pada masyarakat manapun, ditemukan aspek keagamaan ataupun spiritualnya. Salah satu masyarakat di Indonesia adalah masyarakat suku Minangkabau, secara administratif berada di Provinsi Sumatera Barat. Meskipun pada kehidupan modern acapkali ranah spiritualitas, agama terabaikan.
Falsafah hidup masyarakat Minangkabau adalah “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”. Hal tersebut dipahami bahwa adat, tata kehidupan masyarakat berdasarkan kepada agama (syara’) dan agama berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an. Pada artikel ini penulis mendeskripsikan tentang bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan remaja tangguh di Sumatera Barat melalui salah satu dimensi, yaitu spiritual dengan mamanfaatkan tempat ibadah, masjid.
Fase remaja merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap manusia secara normal dalam satu siklus kehidupan. Usia tersebut dianggap sebagai fase ‘penentu’ untuk berhasil atau tidaknya untuk menuju pada fase berikutnya, yaitu dewasa, setelah melalui beberapa fase sebelumnya, fase anak-anak. Idealnya fase tersebut adalah masa untuk menerpa diri, belajar dan sekaligus merasakan romantika kehidupan remaja.
Namun, suatu hal yang tidak dapat ditolak adalah pada usia remaja terjadi perubahan dan perkembangan kondisi secara fisik, psikologis dan sosial, sehingga pada masa remaja seringkali disebut dengan masa pancaroba, layaknya alam yang akan mengalami pergantian musim. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa fase remaja di samping adalah fase di mana mereka mempunyai berbagai macam energi, sedang bertumbuh, akan tetapi juga berisiko untuk terjerumus kepada berbagai macam perilaku yang dapat merugikan mereka secara pribadi dan berpengaruh terhadap keberlanjutan masa depannya.
Diantaranya adalah perilaku seks menyimpang atau belum pada masanya. Di mana pada saat remaja, jenis kelamin laki-laki akan mulai mengenal lawan jenisnya dan sebaliknya, yaitu jenis kelamin perempuan akan memiliki rasa suka kepada jenis kelamin laki-laki, normal dan sesuai dengan nilai, norma yang berlaku. Bahkan ada juga fenomena salahnya terhadap orientasi seks. Selain itu juga ada risiko penyalahgunaan Narkotika dan zat adiktif lainnya, atau penyakit HIV/AIDS, mengalami demensia (pikun), yaitu serangkaian gejala kehilangan memori yang menyebabkan melemahnya kemampuan berpikir dan daya ingat, memecahkan masalah bahkan terhadap bahasa, merasa kesepian dan tingginya sensitifitas perasaan hingga tindakan kriminalitas dan tawuran serta perilaku menyimpang lainnya.
Dalam upaya menciptakan remaja yang berketahanan, yaitu dalam artian dapat menjaga eksistensi diri mereka sebagai remaja yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, terhindar dari berbagai macam risiko negatif, maka pemerintahan Indonesia, di bawah program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sejak satu dekade lalu telah fokus terhadap remaja, dengan adanya Direktorat Ketahanan Remaja (Dithanrem). Adapun beberapa program yang telah dilaksanakan adalah dengan membentuk Pusat Informasi Konseling Remaja/ Mahasiswa (PIK R/M) pada sekolah-sekolah atau perguruan tinggi ataupun pada jalur masyarakat, seperti desa/kelurahan/nagari, dibentuknya Kelompok Bina Remaja (BKR) di tengah-tengah masyarakat dalam konsep Generasi Berencana (GenRe).
Maka, sering didengar adanya para duta GenRe, dilakukannya ajang apresiasi duta GenRe, bahkan sejak tahun ini digencarkan bagaimana munculnya para duta tersebut dari lini terbawah tersebut, dengan demikian target yang diharapkan minimal terdapatnya satu pasang duta GneRe pada tingkat desa/kelurahan/nagari yang ada. Dengan adanya duta, maka tugas berikutnya adalah bagaimana para pengelola program ketahanan remaja untuk dapat memperkuat pengetahuan mereka secara simultan agar dapat menjadi rule model atau perpanjangan tangan dari pengelola program. Hal ini dengan menggunakan prinsip pendekatan ‘teman sebaya’ tentu akan lebih memungkinkan cepat diterima dan dianggap pas.
Berbagai upaya dalam program ketahanan remaja, pada prinsipnya adalah bagaimana individu remaja dapat dengan sadar mampu menjaga tubuh mereka agar tetap sehat secara fisik, sehat psikis dan baik secara spiritual serta sosialnya. Dalam perspektif sosiologis, pola kehidupan remaja berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh waktu dan tempat, seperti kehidupan lansia pada zaman dahulu dan sekarang atau kehidupan di daerah perkotaan atau perdesaan, serta bagaimana mereka melakukan proses sosial pada fase-fase sebelumnya atau bagaimana stuktur sosial membentuk.
Sejarah membuktikan, apabila dahulu ranah Minangkabau mampu menjadi tempat ‘industri otak’, lahirnya para pemikir bangsa dan kritis karena adanya dua arena kehidupan mereka yang melekat kuat, yaitu surau dan lepau. Oleh karena itu, pada saat sekarang ini sudah patut untuk kembali menyadari bahwa masjid merupakan salah satu lembaga sosial yang ada pada masyarakat Minangkabau untuk dapat difungsikan kembali sebagai tempat belajar dan menempa diri. Di mana zaman sekarang dapat kita maksudkan masjid identik dengan surau. Radjab (2008) menceritakan bagaimana surau tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, namun juga tempat belajar dan menempa diri (lembaga pendidikan), menuntut berbagai ilmu sebelum masuk pada ranah kehidupan bermasyarakat, terutama bagi anak laki-laki remaja, surau tempat belajar mengaji dan belajar ilmu bela diri. Bahkan juga tempat tidur bagi laki-laki remaja, dewasa ataupun lansia.
Saat ini, masjid mengalami perubahan fungsi lebih luas. Hal ini ditandai dengan semakin beragam kegiatan yang dilakukan di lingkungan masjid, seperti tersedianya tempat pertemuan, bermusyawarah, perpustakaan, pertokoan, klinik kesehatan, pusat kegiatan olah raga dan bela diri bahkan perkantoran (Agus, 2003:119).
Maka dari itu, guna untuk dapat menjaga kesehatan pikiran dan hati serta spiritual remaja, masjid dapat dijadikan sebagai tempat dilaksanakan berbagai macam kegiatan remaja, baik melakukan ritual ibadah, pertemuan serta saling berbagi cerita, pengalaman atau belajar, senam remaja, kegiatan-kegiatan ekonomi (entrepreneur), serta berbagai hal yang yang mendukung agar terwujudnya remaja yang berketahanan, yaitu suatu keadaan untuk mampu beradaptasi terhadap proses penuaan secara positif, sehingga dapat melanjutkan fase berikutnya secara berkualitas dalam lingkungan yang nyaman. Dengan adanya memperhatikan aspek spiritual, maka dapat mendefinisikan kembali terhadap arti dan makna kehidupan secara paripurna dan bahagia, menjadi remaja yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Tentu upaya ini mestilah perlu dukungan banyak pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat serta remaja itu sendiri. (*)