Oleh : Izza Nadhifa
(Mahasiswa D4 Bahasa Inggris Bisnis dan Profesional, Politeknik Negeri Padang)
Infosumbar.net – Lubuk Tarok adalah salah satu kecamatan yang ada di Sijunjung dan terkenal dengan berbagai keindahan alamnya. Selain keindahan alamnya, Lubuk Tarok juga kaya akan tradisi dan budaya yang sampai sekarang masih tetap dilestarikan. Salah satu tradisi yang tidak kalah unik dan penuh makna di Lubuk Tarok ialah maanta asam.
Maanta asam atau juga dikenal sebagai maanta tambun adalah sebuah tradisi adat di Minangkabau dimana pihak mertua menghantarkan makanan dan buah-buahan kepada menantu perempuannya untuk menyambut usia kehamilannya. Walaupun zaman sudah berkembang, tradisi ini masih tetap ada saat ini. Maanta tambun ini memiliki nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan yang terbentuk antarsesama keluarga.
Dilansir dari gurusiana.id, tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas seorang menantu perempuan dan biasanya pihak keluarga mertua membawa aneka buah-buahan dan makanan yang memiliki kandungan gizi seperti susu sapi. Biasanya, susu sapi ini difermentasi dan disebut dengan dadia. Dadia biasa dimakan bersama emping (beras ketan yang sudah dikeringkan dan ditipiskan).
“Maanta asam ini biasanya dilakukan ketika ada menantu perempuan yang hamil dan umur kehamilannya itu mencapai 4 atau 7 bulan. Biasanya maanta asam ini, dilakukan sekali, tapi bisa juga dua kali. Keluarga besar datang ke rumah dan membawa buah-buahan yang asam dan makanan sebagai hantaran.” jelas Latifa, salah satu warga Lubuk Tarok.
Dilansir dari kompasiana.com, hantaran ini dibedakan menjadi dua, hantaran adat dan hantaran utama. Hantaran adat berupa pinyaram, ajik, lemang, dan aneka ragam kue yang dibawa dengan talam. Lalu, hantaran utama berupa buah-buahan yang merupakan inti dari tradisi ini. Buah-buah yang diberikan biasanya buah yang bersifat asam yang berasal dari daerah Sang suami seperti nanas, kedondong, dan mangga.
“Dengan adanya tradisi ini juga menunjukkan keakraban antara kedua keluarga besar baik dari pihak perempuan ataupun pihak laki-laki. Pun ini juga pemberitahuan kepada masyarakat sekitar tentang kehidupan sumando atau ipar di rumah istrinya.” sambung Latifa.
Tradisi ini sudah mulai memudar dan kurang dikenal namun, beberapa masyarakat masih tetap menjalankan tradisi ini. Sebaiknya tradisi ini tetap dilakukan dan dilestarikan karena banyak nilai-nilai kekeluargaan yang kita dapatkan dari tradisi ini.