Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun merambat berubah tanpa disadari. Perubahan tidak bisa ditolak oleh siapa pun di muka bumi ini.
Begitu juga perubahan pada tingkah pola bertutur kata dan berkelakuan bagi anak muda di Minangkabau. Kencangnya arus globalisasi memudarkan adat istiadat dan budaya Minang yang sedari dulu sudah dikenal kental akan keramahan bertutur kata.
Kato nan ampek di Minangkabau adalah norma-norma atau ketentuan dalam berucap. Ketentuan yang digunakan saat akan berucap kepada orang-orang terdekat (lebih tua, muda, sebaya, atau yang disegani).
Kato nan ampek adalah kato mandaki, kato manurun, kato mandata, dan kato malereng. Sudah boleh kita bahas satu-satu, belum? Baiklah :))
Kita mulai bahasan kita pada kato mandaki (kata mendaki). Kato mandaki merupakan sebuah ungkapan atau tata cara bertutur kata dan bersikap kepada orang yang lebih tua. Kato mandaki merupakan sikap-sikap yang kita tunjukan kepada orang yang lebih tua (dari segi usia), seperti kalau berbicara tidak membentak atau kasar, mendengarkan nasihatnya, tidak membantah pembicaraan atau pengajarannya. Ungkapan kato mandaki ini adalah cara berbicara kepada orang yang lebih tua seperti anak kepada orang tuanya, kemanakan kepada mamak, murid kepada guru dan adik kepada kakak.
Nah, untuk kato manurun (kata menurun), merupakan cara bertutur kata kepada orang-orang yang lebih muda dari kita. Cara-cara berbicara yang mengayomi dan menunjukkan rasa sayang kepada yang lebih muda merupakan bentuk nyata dari kato manurun. Ungkapan kato manurun biasanya digunakan orang tua kepada anak, guru kepada murid, mamak kepada kemanakan, dll
Kato mandata (kata mendatar) ialah ungkapan sikap berbuatan atau tindakan, cara berbicara kepada orang-orang yang sepantaran, seumuran, atau sama besar dengan kita. Ungkapan ini biasa digunakan oleh teman sepermainan. Saling menghormati dan menghargai merupakan dampak yang dihasil oleh penggunaan kato manurun ini.
Terakhir, kato malereng. Kato malereng adalah tata bicara terhadap orang yang kita segani. Kato malereng hampir sama dengan kato mandaki yang juga ditujukan kepada orang yang lebih tua. Perbedaannya adalah, kato malereang digunakan kepada orang yang kita segani seperti mertua, ipar, besan, dan pembicaran antar tokoh adat, agama dan pemimpin.
Ungkapan-ungkapan seperti ini mengajarkan kita untuk selalu segan dan hormat kepada siapa pun saat berbicara. Biasakan melihat situasi dan kondisi setiap akan berkata karena manusia dinilai dari cara berbicara dan berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Kato nan ampek juga mengajarkan kita untuk selalu berpikir sebelum berujar, melihat situasi sebelum berucap, paham kondisi saat berkomunikasi, dan mencintai tanpa meminta harus dibalas (eh..)
Jadi, sudah tahu kan harus menggunakan kata yang mana saat berbicara? :))