Selesai Sholat Maghrib, hari itu sungguh ramai. Barisan remaja bermukena dan juga bersarung mulai menapaki jalan-jalan menuju Masjid.
Hari itu hari pertama taraweh, tidak seperti malam-malam sebelumnya, malam kali ini Masjid sangat ramai oleh orang-orang yang hendak melaksanakan taraweh.
Di depan Masjis pun sudah dipenuhi oleh meja para penjual makanan tradisional, mulai dari pisang rebus sampai karupuak kuah sate.
Ramadhan adalah kebahagian anak-anak sesusia kami pada waktu itu, menjelang Isya kami telah bersiap-siap menuju Masjid, dengan buku agenda Ramadhan di tangan, kami akan mencatat setiap isi Khotbah yg disampaikan sang Khatib.
Stempel Masjid dan tandatangan Khatib adalah prestasi, di buku agenda ramdhan kami mengkoleksi stempel Masjid. Berburu stempel sampai ke Masjid yg jauh dari rumah. Semakin berbeda stempelnya semakin bagus.
Itu dulu, dulu sekali, belasan tahun lalu, ketika kota ini masih bersahaja, bukan seperti kota monster seperti sekarang, kebahagian Ramadhan seperti yang dirasakan remaja seusia kami dulu dinikmati dengan cara berbeda oleh remaja sekarang.
Spot keramaian tiada lagi si Masjid atau di Surau, remaja sekarang lebih suka menggeber kendaraan bermotor di jalanan sambil membonceng kawan lalu menuju pusat keramaian. Masjid pun mulai sepi, isinya cuma orang tua dan anak-anak kecil, para remaja sibuk bersihanyut dengan peradaban.
Miris memang, daerah yg terkenal dengan Adat Basyandi Syarak dan Syarak Basyandi Kitabullah telah berubah, masjid dan surau telah sepi. Keramaian Ramadhan tidak lagi di tempat ibadah, kebanyakan remaja lebih memilih nongkrong atau ugal-ugalan di jalanan, mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Kedamaian Ramadhan generasi terdahulu tiada lagi, ramadhan generasi penghisap karbon dilewati dengan cara yg berbeda. Teringat kembali kata-kata dari seorang kawan lama “yang tidak bisa dilawan itu waktu, perlahan manusia akan kembali ke cara-cara purba yang terlihat modern”
Ya benar sekali, sungguh waktu dan eksistensi peradaban tidak bisa dilawan kecuali dengan keimanan. Kebiasaan Kampung Minang yang dulu mungkin mulai tergerus zaman, tapi tiada salahnya merindukan masa silam yan bersahaja.
Marhaban Ya Ramadhan, semoga kita dipenuhi kesabaran dan keberkahan, selamat menjalankan ibadah puasa.
[divider]
Tulisan ini dikirimkan oleh Malin Kundang yang biasa ditemui di twitter melalui akun @damniose
Jika ingin tulisanmu dimuat di infoSumbar, silahkan kirimkan ke email: [email protected]. Selamat berkarya 🙂