Infosumbar.net – Siapa yang tidak tahu lato-lato? Mainan tradisional yang terdiri dari sepasang bola plastik atau karet yang terikat tali sehingga membentuk bandulan. Permainan yang digandrungi berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Tapi siapa sangka permainan yang viral di masyarakat tersebut ternyata punya sejarah kelam.
Lato-lato sudah dimainkan sejak tahun 1960-an. Dikutip dari laman Antara, sejarah lato-lato berawal dari Amerika Serikat. Di negara asalnya, permainan ini disebut clackers, click-clacks, knockers, kerbangers, atau clankers. Kedua bola yang ketika dimainkan menimbulkan bunyi khas seperti “clack-clack” menjadi dasar penamaan mainan tersebut.
Awalnya clackers dibuat untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata, bahkan New York Times pernah menerbitkan catatan pada Agustus 1971 yang menunjukkan adanya kejuaraan dunia clackers.
Namun, mainan clackers atau yang dikenal di Indonesia dengan sebutan lato-lato itu akhirnya dilarang di Amerika Serikat karena dianggap dapat membahayakan mata. Ketika dimainkan, dua bola yang terus beradu tersebut dapat berpotensi pecah, sehingga serpihan bola tersebut yang dapat membahayakan mata.
Kasus cedera lato-lato dan pengujian terhadap kecepatan dan potensi pecahnya lato-lato membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) melarang peredaran mainan tersebut untuk mencegah kebutaan.
Dilansir dari laman Komisi Keamanan Produk Konsumne Amerika Serikat (CPSC), U.S Marshall menyita 4.600 produk lato-lato di Phoenix, Arizona pada 6 Desember 1985. Mereka juga melarang penjualan lato-lato di Amerika Serikat.
Di Indonesia, lato-lato sudah dimainkan sejak 1970-an, kemudian sempat populer pada tahun 1990-an. Bentuk permainannya masih sama pada awal dimainkan di Indoesia, hanya saja tidak lagi menggunakan kaca temper, tetapi diubah dengan plastik polimer karena dianggap jauh lebih aman.
Nama lato-lato sendiri di Indonesia berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi ‘Katto-katto’ di Makassar, sementara di beberapa daerah di Pulau Jawa, mainan ini dulunya disebut ‘tek-tek’ sama seperti bunyi yang dihasilkan dari kedua bola yang beradu tersebut.
Kini, di Indonesia mainan Lato-lato telah berkembang hingga dibuat lato-lato versi matic, yaitu tidak menggunakan tali tetapi diganti dengan tongkat kecil dan penghubung bola yang dapat berputar, sehingga agar anak-anak yang kesulitan bermain dapat lebih mudah memainkan lato-lato. (peb)