infosumbar.net – Wafatnya Azwar Anas di usia 90 tahun (2 Agustus 1943 – 5 Maret 2023), juga duka mendalam bagi sepak bola tanah air.
PSSI, induk organisasi sepak bola nasional melalui akun media sosial twitter menyampaikan turut berduka cita atas berpulangnya Bapak Ir. H. Azwar Anas, Mantan Ketua Umum PSSI, usai tersiar kabar meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, pada jam 11.48 WIB.
“Semoga almarhum diberikan tempat terbaik di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.”
Kepergian almarhum menemui Sang Khalik, menyisakan sejumlah kenangan penting. Ketokohan dan ketauladan beliau begitu komplit bagi tanah kelahiran Sumatera Barat dan bumi pertiwi, Indonesia.
Tergambar jelas lewat tulisan serta berbagai buku (biografi) yang mengupas perjalanan hidup dia. Diantaranya, Azwar Anas: Teladan dari Ranah Minang, Yusra, Abrar (2011), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
PS Semen Padang Galatama (Semen Padang FC)
Terkhusus dunia sepak bola, kiprah Azwar Anas bermula saat menjabat Gubernur Sumatera Barat periode 5 tahun pertama (1977 – 1982) yang diemban pasca sukses membenahi Perusahaan Negara (PN) Semen Padang (baca: PT Semen Padang). Ia menggagas lahirnya klub PS Semen Padang Galatama (Semen Padang FC), berdiri 30 pada November 1980.
Ceritanya bermula dari keengganan Azwar Anas menerima klub Pardedetex Medan untuk pindah home-base dari Stadion Teladan ke Stadion Imam Bonjol. Pardede yang datang menemui Azwar Anas menceritakan kenapa klub yang ia dirikan memilih hengkang dari Medan.
Alasan utamanya adalah kurang mendapat tempat di hati publik Medan yang lebih memilih PSMS Medan. Selain itu, antusiasisme warga Padang untuk menyaksikan pertandingan sepak bola dinilai luar biasa. Setiap ada pertandingan di Stadion Imam Bonjol selalu penuh sesak.
Kenapa harus klub dari luar? Pertanyaan inilah yang menjadi salah satu pemicu Azwar Anas meminta pihak PT Semen Padang untuk mendirikan PS Semen Padang dan bermain pertama kalinya di kompetisi semi profesional, Galatama, pada tahun 1982 hingga eksis sampai kini di Liga Indonesia.
Ketua Umum PSSI 1991-1998
Selepas menjabat Gubernur Sumbar periode kedua 1982-1987, Azwar Anas kembali ke Jakarta, mendapat amanah dari Presiden Soeharto sebagai Menteri Perhubungan Kabinet Pembangunan V periode 1988-1993.
Tahun 1991, dirinya juga dipercaya sebagai Ketua Umum PSSI 1991-1998. Beberapa terobosan positif sempat dilakukan di masa kepemimpinannya. Salah satunya adalah keputusan menggabungkan kompetisi Galatama dan Perserikatan pada tahun 1995.
Hal itu melahirkan kompetisi model baru, yakni Liga Indonesia (Ligina). Itu menjadi pondasi awal kompetisi profesional tanah air. Kini, kompetisi tersebut telah berganti nama menjadi Liga 1.
Selain itu, Azwar Anas sempat menjalankan proyek pelatnas jangka panjang di Italia, Primavera dan Baretti. Bekerja sama dengan klub Liga Italia, Sampdoria. Timnas Indonesia U-19 dikirim ke Italia untuk berkiprah di kompetisi usia muda Primavera (1993-1994) dan Baretti (1995-1996).
Program tersebut lalu melahirkan sejumlah pemain berbakat Tanah Air, seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy. Anak Sumbar juga terbawa rendong ke kancah ini. Ada nama Gusnedi Adang dan Yeyen Tumena.
Mafia Wasit, Penghentian Kompetisi dan Sepak Bola Gajah Timnas Indonesia
Namun demikian, masa kepemimpinannya tidak terlepas dari berbagai kasus sepakbola nasional membuat dia memutuskan mundur dari jabatan Ketua Umum PSSI.
Meski bukan kesalahannya, tetapi sikap ksatria mengambil tanggungjawab selaku Ketua Umum PSSI saat itu pantas diteladani dari keputusan mundur beliau.
Sejumlah kasus yang mendera wibawa PSSI, yakni kasus penghentian kompetisi karena kerusuhan dalam negeri (Reformasi 1998).
Kemudian, skandal mafia wasit yang melibatkan Jafar Umar, Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI. Pada Rakernas PSSI 1998, pernyataan Endang Sobarna selaku Manajer Persikab Bandung tentang adanya wasit kotor di Liga Indonesia direspon Azwar Anas dengan langsung membentuk Satgas Anti Mafia Bola untuk mengusut dugaan tersebut.
Usai ditelusuri, nama Jafar Umar selaku Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI pun ikut terseret. Tak hanya itu, 40 wasit lainnya pun juga menjadi terdakwa dalam kasus match fixing atau pengaturan skor. Di antaranya adalah Halik Jiro, R. Pracoyo, dan Khairul Agil.
PSSI pun menjatuhi Jafar Umar hukuman berat berupa larangan untuk terlibat di ajang sepak bola nasional seumur hidup. Sebelum berpulang pada 2012, Jafar Umar sempat buka suara soal skandal yang ikut mewarnai daftar kontroversi dunia sepak bola Indonesia ini. Ia mengklaim dirinya hanya menjadi kambing hitam para petinggi PSSI.
Satu lagi, aib paling memalukan yang memaksa Azwar Anas tak mungkin lagi bertahan sebagai Ketua Umum PSSI adalah sepak bola gajah Timnas Indonesia di Piala Tiger (AFF).
Pada laga Indonesia vs Thailand di ajang Piala Tiger 1998 yang kini menjadi Piala AFF.
Kala itu, Skuat Garuda tak ingin keluar menjadi juara Grup A. Alasannya karena ingin menghindari tim Vietnam selaku tuan rumah pada babak semifinal.
Adalah Mursyid Effendi yang bertindak sebagai bek, sengaja menendang bola ke gawang sendiri saat skor imbang 2-2. Tim Indonesia pun akhirnya kalah dari tim Gajah Putih dengan skor 2-3.
Bek yang besar di Persebaya Surabaya tersebut mendapat hukuman dengan tidak boleh tampil di ajang internasional seumur hidup. Kontroversi sepakbola ini juga membuat Indonesia harus membayar denda kepada FIFA sebesar 40 ribu USD.
Selamat jalan Bapak Azwar Anas, Revolusioner Sepak Bola Nasional. (*)
*) ditulis adril mahaputra yost dan dirangkum dari berbagai sumber