Gabungan pelaku seni muda antar disiplin di kota Padang membangun gerakan dalam rangka “menyelamatkan” seni tradisional Sumatera Barat yang makin hari semakin tenggelam dan hilang digerus zaman. Gerakan yang dianggap sebagai misi penyelamatan tersebut dikemas dalam pertunjukan seni yang diberi tajuk Minangkabau dalam Kemarau yang nantinya akan dihelat pada Jumat, 15 November 2024, di Medan Nan Balinduang, SMK N 7 Padang.
Minangkabau dalam Kemarau bisa dibilang merupakan bentuk seni pertunjukan yang bertujuan untuk merespon fenomena ketimpangan sosial, degradasi intelektual dan spiritual, yang terjadi saat ini di Sumatera Barat dalam konteks isu perempuan, keberlangsungan seni musik, seni budaya dan ekonomi kreatif, serta makin hilangnya marwah kata “tradisi” di tanah Minangkabau yang ironinya, kaya sekali akan hal tersebut.
Beragam isu tersebut menjadi landasan bagi Akbar Nicholas selaku Pimpinan Produksi Minangkabau dalam Kemarau yang dalam perumusannya bekerjasama dengan beberapa orang seniman lintas generasi di Sumatera Barat. Sebut saja, Joni Andra, koreografer dari Impessa Dance Company, Sendi Orysal, Willy Pangeran, dan Gazp!, akan tampil untuk menunjukkan bahwa bentuk-bentuk seni yang relate dengan keadaan Sumatera Barat saat ini harus diupayakan untuk kembali hidup, muncul, berkembang, dan berjaya di tanahnya sendiri.
Pergelaran pertunjukan itu tidak hanya sekedar pertunjukan seni biasa. Gelaran yang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat dan SMK N 7 Padang tersebut akan menampilkan rentetan praktik seni lintas disiplin ilmu yang beragam.
Pertunjukan yang digarap oleh komunitas kreatif, Gazp!, itu menyajikan penampilan tari dari Impessa Dance Company yang dipimpin oleh Joni Andra dan penampilan musik klasik yang dipadukan dengan musik tradisional khas Minangkabau dari Sendi Orysal. Tidak hanya itu, juga akan ada pemutaran film dokumenter Tari Piriang Balenggek karya Willy Pangeran, serta peluncuran buku dan pemutaran film berjudul Marka dari Gazp!.
Willy Pangeran, salah satu pengkarya yang terlibat menyampaikan bahwa keikutsertaannya pada Minangkabau dalam Kemarau berangkat dari keresahan yang ia rasakan dimana beberapa upaya pewarisan tradisi “kalah” oleh euforia modernisasi.
“Saya pikir ‘Minangkabau dalam Kemarau’ adalah gerakan untuk mencoba kembali mengingatkan kita akan pentingnya warisan nenek moyang, yang mana warisan tersebut harusnya menjadi anak kandung dari modernisasi,” papar Willy.
Praktisi musik klasik yang sudah malang melintang di event lokal dan nasional dan terlibat di pertunjukan seni Minangkabau dalam Kemarau, Sendi Orysal, juga menambahkan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri “kemarau” berkepanjangan di tanah Minangkabau ini.
“Masih banyak cara bagi generasi kita saat ini untuk mampu menciptakan gagasan-gagasan inovatif sebagaimana yang pernah dilakukan oleh generasi pendahulu kita. Hal itu dimulai dari mempelajari, memahami dan lebih mengenal lagi budaya kita sendiri, yaitu Minangkabau. Sebagai orang Minang yang hidup saat ini, saya mengajak para generasi muda untuk ikut serta menyudahi “kemarau” ini melalui gagasan, karya, dan aksi yang lebih nyata,” ujar Sendi
Pertunjukan seni Minangkabau dalam Kemarau akan menghadirkan karya baru dari para seniman lintas disiplin ilmu yang terlibat di dalamnya. Karya-karya tersebut menggambarkan bagaimana “kemarau” yang terjadi di kehidupan sosial dan dunia seni Sumatera Barat serta langkah nyata apa yang patut dilakukan untuk menyelamatkan kesenian tradisional Minangkabau di saat sekarang ini.