Infosumbar.net – Hari keenam Pekan Nan Tumpah 2021 Pandemi Hahahihi: Lain Sakit Lain Diobat di Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) akan dimeriahkan oleh pertunjukan seni mendongeng bersama Robby W Ryodi, pertunjukan tari oleh Impessa Dance Company (IDC), dan Estetikoestik dengan judul pertunjukan Not Responding.
Ketua Pelaksana Pekan Nan Tumpah 2021, Tenku Raja Ganesha, Rabu (06/07/2022) menjelaskan rangkaian hari keenam ini malamnya dilanjutkan dengan mendongeng bersama Robby W Ryodi yang berlokasi di depan laga-laga Taman Budaya Sumatera Barat.
“Robby W Ryodi adalah seorang pendongeng pertama di Sumatera Barat yang dikenal luas di seluruh Indonesia. Kemahirannya dalam berdongeng bukan hal yang baru lagi,” jelasnya.
Tenku Raja Ganesha mengatakan usai mendongeng kegiatan akan dilanjutkan dengan penampilan dari IDC dan pertunjukan yang akan dihadirkan oleh Estetikoestik dengan judul Not Responding.
Kurator Pekan Nan Tumpah 2021, Rijal Tamenan menjelaskan terkiat penampilan dari IDC yang akan menyuguhkan karya berjudul Darah Jantan berisi makna penting dari kegelisahan terhadap cara orang banyak menghadapi Pandemi dalam kurun dua tahun belakangan ini yang membunuh itu bukan virus melainkan pemikiran yang malas untuk berbuat.
“Melalui karya koreografinya berjudul Darah Jantan ini mengungkapkan bahwa Pandemi tidak dijadikan alasan malas berbuat dalam kehidupan melainkan seharusnya mendidik untuk lebih kreatif. Pandangannya memaknai peristiwa Pandemi yang tidak dijadikan alasan untuk menunggu, tidak dijadikan alasan untuk menunggu kematian, menunggu semua berakhir,” jelasnya.
Rijal menambahkan penampilan sesudahnya adalah pertunjukan yang akan dihadirkan oleh Estetikoestik dengan Not Responding, penggunaan lirik atau teks musik yang metaforik sejenis pantun Minang, dengan menyertai aspek sarkasme sangat kentara pada komposisi musik yang digarap Estetikoestik dengan penggabungan elemen elektronik dengan akustik yang menjadi basis dasar penciptaan karya mereka.
“Pada karya komposisi musiknya kali ini, mencoba merespon kegiatan WFH akibat pandemi yang terkendala seperti terjadinya kendala teknis jaringan, melalui karya ini mereka ingin menyentil kemutakhiran teknologi dan fenomena masyarakat yang dipaksa digital. Fenomena ini dialih-wahanakannya dalam bentuk komposisi musik,” paparnya.
Ia melanjutkan penampilan selanjutnya yaitu Gaung Marawa, kelompok musik kreatif yang berdiri sejak tahun 2013 di Batusangkar, Sumatera Barat. Fokus aktivitas kelompok ini adalah pengolahan komposisi musik kreatif dengan mengambil sumber musik tradisi Minangkabau sebagai objek material garap.
“Gaung Marawa adalah sebuah Selain itu dari beberapa karya yang telah diciptakan gaung marawa juga menyematkan berbagai isu-isu persoalan sosial budaya yang terjadi di tengah masyarakat,” katanya.
Penutupan rangkaian kegiatan hari keenam ini akan ditutup kembali oleh pertunjukan musik tradisional oleh Panggung Sarabi seperti pada malam-malam sebelumnya. Panggung Sarabi adalah singkatan dari panggung saluang rabab berinteraksi yang digawangi oleh seniman tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Sumatera Barat yaitu Mak Hasanawi. (nou)