Pasaman, (infosumbar) – Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat (BKSDA SUMBAR) menerima laporan dari anggota DPRD Kabupaten Pasaman tentang adanya warga yang melihat harimau sakit dan tertidur di dekat Bendungan Sontang, Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur.
Kepala Balai KSDA Sumbar, Ardi Andono, Kamis mengatakan laporan ini pertama kali pada (14/08) pukul 09.00 Wib dari anggota DPRD Kabupaten Pasaman dengan mengirimkan video kondisi harimau yang masih hidup dengan kondisi yang lemas.
“Tindak lanjut dari laporan tersebut BKSDA Sumbar berkoordinasi dengan jajaran Polsek Panti dan Koramil Rao untuk membantu mengamankan harimau yang sakit, selanjutnya Tim BKSDA meluncur ke lokasi dengan membawa kandang dan juga mempersiapkan dokter hewan dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi untuk melakukan pertolongan pertama yang selanjutnya akan dirawat lebih lanjut,” katanya.
Ardi mengatakan petugas akan melakukan pengambilan data di lapangan baik jejak, kotoran, sumber air, keberadaan pakan satwa serta memasang kamera trap dan sosialisasi penanganan konflik satwa kepada masyarakat.
“Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk upaya pencegahan konflik dikemudian hari,” ucapnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat selaku Wakil Ketua Tim Koordinasi Penanganan Konflik Satwa di Sumatera Barat untuk mendapatkan tenaga medis dan dukungan Pemerintah Kabupaten Pasaman, serta Kapolres Pasaman untuk meminta dukungan personil untuk mengamankan Harimau Sumatera tersebut.
“Harimau Sumatera sempat mendapatkan perawatan oleh petugas medis dari Puskesmas Duo Koto dengan kondisi suhu badan yang tinggi, kotoran berwarna hitam dan selanjutnya diberikan tindakan pemberian obat dan vitamin, namun pukul 11.00 WIB Harimau tersebut dinyatakan mati,” ucapnya.
Harimau Sumatera diperkirakan berumur 7-8 tahun dengan jenis kelamin jantan, panjang badan kurang lebih 170 cm dan ekor sepanjang 60 cm, ditemukan kurang lebih 4 km dari hutan lindung yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Pasaman Raya yang membentang membentuk koridor hutan Panti-Batang Gadis.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDAE drh. Indra Exploitasia, mengatakan dengan adanya hasil nekropsi dapat diketahui penyebab kematian, apabila itu merupakan penyakit menular dan berbahaya bagi satwa lainnya maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat.
“Dalam masa pandemi covid 19 saat ini, diperlukan kehati hatian dalam segala tindakan penanganan pasca kematian terutama terhadap bangkai Harimau. Covid 19 merupakan penyakit baru dimana pengetahuan medis masih terbatas dalam hal penyebarannya dari manusia ke satwa liar atau sebaliknya,” jelasnya.
“Dengan adanya kasus kematian Harimau Sumatera ini, bisa kita ambil pembelajaran untuk pengambilan tindakan-tindakan terkait sisi medis agar kasus serupa tidak terjadi lagi dimasa yang akan dating,” lanjutnya.(nou/agp)