Sejak 3 Agustus 2011 lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan status Gunung Marapi di Sumatera Barat menjadi waspada (level II).
Status tersebut, satu level di atas normal (level I) dan berada di bawah status siaga (level III) dan awas (level IV).
Seiring naiknya status tersebut, PVMBG mengeluarkan larangan mendekati puncak Gunung Marapi dalam radius 3 kilometer. “Tiga kilometer tersebut, sesuai peta kawasan rawan bencana Marapi, bisa terkena dampak langsung,” kata Warseno, Kamis (19/9/2013).
Bahaya yang bisa mengancam bila Marapi sedang erupsi, bisa berupa abu, bom vulkanik dan lapili.
“Abu dari letusan gunung, tidak murni mengandung pasir, tapi mengandung silika, bahan pembuat kaca. Selain berbahaya untuk pernafasan juga bahaya bagi mata,” katanya.
Bom vulkanik dan lapili merupakan batu pijar berwarna merah dan sangat panas, di atas 100 derajat celcius. “Bom vulkanik batu pijar yang besar, lapili merupakan batu pijar yang kecil. Keduanya bisa mencelakai.”
Selain benda padat, erupsi Marapi juga mengeluarkan gas beracun. “Bila terhirup gas tersebut, bisa mengakibatkan keracunan, seperti yang pernah terjadi di Dieng tahun 1980-an,” ujar Warseno.
Pada gunung lain, juga ada material cair seperti lava, lahar panas dan lahar dingin. Tapi, untuk di Marapi material paling mengancam di radius 3 kilometer, saat ini adalah abu, pasir dan batu pijar.
“Karena bahaya-bahaya tersebut, kita meminta masyarakat tidak mendekati puncak Marapi dalam radius 3 kilometer yang merupakan kawasan terdampak langsung,” jelasnya.
Selain wilayah terdampak langsung, radius 5 kilometer dan 7 kilometer merupakan wilayah terdampak tidak langsung.
ranahberita /Hdm/Ed1 | image: hafizhul khair