Infosumbar.net – Ganjil benar siang itu. Tidak turun hujan seperti yang sudah-sudah. Sayup-sayup terdengar dari bilik kamar, suara seorang pria bersorak, “Payuang…….. Payuang”.
Begitu kiranya Samsunir (67), tatkala berkeliling melewati setiap jengkal rumah yang ia tapaki.
Kali ini, nagari yang ia tuju untuk mengumpulkan pundi rezeki adalah Nagari Saniang Baka, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok.
Memang, setiap harinya ia berkeliling pada setiap nagari yang berbeda khususnya di kota dan Kabupaten Solok seperti Kinari, Bukik Tandang, Cupak, Talang, hingga Paninggahan.
Tapi kini, terkadang nagari yang ia pilih untuk berkeliling hanya yang bisa dijangkau oleh angkutan umum saja.
“Kalau dulu, bisa sampai ke Sijunjung, apalagi dulu kan ongkos angkutan ke sana murah,” ujarnya.
Bukannya berjualan payung, namun pria asal Galo Gandang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar ini, menawarkan jasa memperbaiki payung keliling.
Meski kini sudah jarang ditemukan, Samsunir masih menekuni pekerjaan yang telah ia lakoni semenjak usianya masih belasan tahun, yang artinya sudah hampir 50 tahun ia lakoni.
“Kalau perbaiki payung ini sudah lama sekali saya tekuni. Dulu itu mulanya diajari salah satu teman yang kebetulah bekerja di Bekasi pada pabrik payung,” katanya sembari fokus menukar setiap ranting patah pada penyangga payung milik pelanggan pada Jumat (19/1/2024).
Berbagai peralatan perbaikan payung lengkap ia sediakan, agar mempermudah pekerjaannya.
Tak butuh waktu lama, dengan cekatan kedua tangannya yang terbilang masih lincah mereparasi setiap sudut payung yang rusak.
Sedangkan upah yang ia tetapkan untuk perbaikan payung berkisar antara Rp 5 ribu hingga Rp 25 ribu.
“Kalau lebih mahal dari itu, mana pelanggan mau. Mending kan beli payung baru saja,” sebutnya sambil berkelakar.
Samsunir menyebutkan memang tak mau memasang tarif yang tinggi untuk jasa yang ia berikan.
“Tergantung kerusakannya bagaimana. Kalau seperti ganti tangkai, atau rusaknya parah, ya tentu upahnya lebih mahal,” cakapnya.
Namun demikian, ia penghasilannya dalam menawarkan jasa perbaikan payung tidak menentu.
Paling banyak, ia menuturkan dalam satu hari bisa membawa pulang uang mencapai Rp 100 ribu.
“Rata-rata sehari bisa Rp 40-50 ribu. Tapi kalau sedang ramai bisa Rp 80-100 ribu. Tidak menentu,” tambahnya.
Kendati demikian, ia tetap bersyukur menerima berapapun hasil yang ia peroleh setiap harinya.
Hingga kadang, dalam sehari ia tidak menerima seorang pun pelanggan yang ingin memakai jasanya.
“Pernah. Sehari tidak ada pelanggan. Saya pun tetap yakin, kalau hari ini tidak ada berarti besok ada pelanggan,” pungkasnya.
Ayah tiga anak yang kini sudah memiliki enam cucu tersebut, memiliki prinsip hidup bahwa rezeki sudah di atur yang maha kuasa asal mau berusaha.
“Rezeki ini ada. Yakin sudah di atur. Yang penting tekun, pakai ilmu Basi, Basiluruih. Jujur nomor satu,” tuturnya.
Disamping itu, meskipun berjalan kaki hampir belasan hingga puluhan kilometer setiap harinya, membuat tubuhnya tetap sehat meski telah memasuki usia senja.
“Alhamdulillah saya tidak merasakan sakit saat berjalan. Kalau capek ya berhenti. Kalau lelah libur kerja,” jelasnya.
Selain bekerja sebagai tukang service payung ia menuturkan juga memiliki seekor ternak sapi.
“Kalau sekarang cuma ada satu ekor. Jadi kalau dirumah ya cari pakan ternak,” ujarnya.
Anak ke dua dari lima bersaudara ini, menceritakan bahwa sudah banyak profesi yang ia coba.
“Dulu sudah jualan, sudah ini itu, namun ternyata disini rasaki yang mujur. Yang penting tidak bergantung hidup pada orang lain,” terangnya. (Ayi)