Infosumbar.net – Kaba Baiak Bahimbauan, Kaba Buruak Bahambauan. Seperti itulah salah satu pepatah Minangkabau yang mempunyai makna kabar baik akan disampaikan kepada orang banyak, namun kabar buruk, tidak perlu diberitahu orang yang mendengarkan akan langsung hadir dan datang.
Sama hal nya dengan mendengar kabar kematian, masyarakat yang mengetahui, tanpa diundang akan langsung datang kerumah duka dan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pemakaman maupun penyelenggaraan jenazah.
Seperti yang biasa dilakukan di Nagari Bukik Tandang, Kecamatan Bukik Sundi, Kabupaten Solok. Pada pawai budaya Adaik Salingka Nagari yang diikuti oleh hampir seluruh nagari dengan menampilkan adat istiadat masing-masing pada Selasa (14/3/2023), Nagari Bukik Tandang tampil berbeda dengan memperlihatkan tradisi saat ada warga yang meninggal dunia.
Tradisi ini, disebut dengan Adat Maanta Mayit ka Pakuburan. Ketua Pemuda Nagari Bukik Tandang, Wan Piliang, yang juga sebagai Malin di nagari tersebut mengatakan, saat mendengar kabar ada masyarakat yang wafat, maka warga setempat akan membuat Susungan.
Susungan, merupakan keranda mayit yang digunakan untuk mengangkut jenazah saat hendak ke kuburan. Terbuat dari talang, kata Wan Piliang, maknanya di Minangkabau yaitu dapat dipakai multifungsi utuk apa saja seperti membuat lamang, pagar, dan lain sebagainya.
Pada bagian atasnya, terdapat kain sarung yang menandai bahwa yang meninggal dunia adalah masyarakat biasa.
“Susungan ini, kami buat menggunakan talang, dan anau. Jadi, tidak bisa digunakan dengan sembarangan bambu biasa. Sedangkan pada bagian penutupnya, digunakan kain panjang,” katanya saat diwawacarai Infosumbar.net.
Oleh karena itu, ketika mendengar kabar ada salah seorang warga Bukik Tandang yang wafat, masyarakat setempat harus berhenti dulu dalam pekerjaannya, untuk gotong royong dalam penyelenggaraan jenazah.
“Menjadi kebiasaan bagi kami, saat surau atau masjid sudah memberitahukan ada yang meninggal dunia, maka masyarakat seluruhnya harus berhenti dulu bekerja. Dan termasuk untuk membuat Susungan,” tuturnya.
Hal ini, dimaksudkan untuk menunjukkan rasa kebersamaan gotong royong membantu warga yang sedang mengalami kemalangan.
“Maknanya menunjukkan contoh bahwa Bukit Tandang melambangkan gotong royong. Mau miskin atau kaya tetap akan berbaur bersama dan tak peduli apa jabatan nanti kalau meninggal diangkunya pakai Susungan juga,” ujarnya.
Tak perlu waktu yang lama dalam membuat Susungan ini. Dalam waktu satu jam, Susungan telah dapat digunakan.
“Karena dikerjakan dengan gotong royong, maka cepat selesainya. Jadi setiap orang meninggal dibikinkan baru. Dan pengerjaannya unik juga karena tidak menggunakan paku untuk merekatkan diantara sisi talang,” jelasnya.
Karena hanya sekali pakai, saat Susungan sudah selesai digunakan, maka Susungan akan diletakkan tepat disebelah kuburan yang mayitnya diangkut menggunakan keranda tradisional tersebut.
“Setelah kami gunakan, diletakkan disebelah kuburan. Menandakan bahwa kuburan ini baru, dan lama kelamaan akan habis dengan sendirinya,” pungkasnya.
Sementara itu, Susungan sendiri, sudah ada sejak lama dan masih dipretahankan hingga sekarang. Wan Piliang menambahkan, menurutnya susungan sudah ada semenjak jaman penjajahan Belanda, dan dipertahankan hingga sekarang.
“Saya rasa satu-satunya di Sumbar. Kami pernah dapat bantuan keranda besi yang biasa digunakan itu, namun tidak kami pakai dan tetap mempertahankan tradisi ini sampai sekarang maupun kedepannya,” ungkapnya. (Ayi)