Infosumbar.net – Tepat pada 20 Sa’ban 1444 H, menjelang berkumandangnya adzan subuh, Devi (40) akan bersiap mengarungi dinginnya jalanan menuju Pasar Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok.
Sudah menjadi kebiasaan baginya, setiap hari Minggu tiba, warga Nagari Pitalah, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar ini, akan menempuh jarak 34 KM menggunakan minibus Carano, yang sudah menjadi langganan untuk ia tumpangi untuk berdagang katupek yang namanya sama dengan asal nagarinya.
Pukul 04.00 WIB subuh, Devi bersiap dengan katupek beserta gulai yang akan ia habiskan di pasar. Lebih kurang satu jam lamanya perjalanan ia akan sampai dan bersiap sebelum pelanggan datang untuk sarapan katupek pitalah miliknya.
“Saya jualan katupek memang satu kali setiap hari Minggu saja di Pasar Sumani. Kalau hari-hari biasa tidak jualan,” katanya kepada Infosumbar.net pada Minggu (12/3/2023).
Katupek pitalah sendiri, memang sudah melegenda menjadi pilihan santapan makan jika berkunjung ke ranah minang. Rasanya yang nikmat, dengan bumbu yang pekat, membuat orang-orang ketagihan untuk mencobanya.
Katupek sendiri terbuat dari beras dan daun kelapa yang dianyam. Dalam satu porsi katupek pitalah, pelanggan akan mendapat satu ketupat utuh yang dibelah dua, yang kemudian disiram gulai yang berisikan nangka, rebung hingga sayuran lain seperti lobak putih.
“Selain itu, bisa juga pakai kerupuk ubi atau keripik. Harga per porsinya Rp 6 ribu saja,” tuturnya.
Selain itu, gulai sendiri disajikan dalam balango tanah liat atau kuali berukuran besar yang menjadi ciri khas dari katupek pitalah ini.
“Memang sudah dari dulu seperti ini ciri khasnya, kalau pas dijual gulainya diletakkan di balango tanah liat ini. Kalau memasaknya sebelum dibawa kesini masih di periuk biasa, tidak pakai balango tanah liat,” tambahnya.
Silih berganti pelanggan membeli katupek pitalah miliknya. Menurutnya, dalam sehari, ia bisa menghabiskan 200 hingga 400 porsi katupek.
“Kebanyakan ada juga yang bungkus dan makan disini. Biasanya bisa abis hingga 400 porsi paling banyak,” sebutnya.
Sementara itu, menurut cerita Devi, ia sudah berjualan katupek pitalah semenjak tahun 2000an. Biasanya, ia berjualan berdua dengan saudaranya, yang sudah ia ikuti sejak dari dulu.
“Kalau saya sendiri jualan sudah lama, kira kira semenjak tahun 2000an. Dari dulu suka ngikutin saudara jualan. Hingga kini pun berdua sebenarnya sama etek. Tapi karena etek sedang keluar kota jadinya saya sendiri,” jelasnya.
“Dari dulu harganya kalau tidak salah Cuma Rp 3 ribu per porsi. Sekarang kan harga-harga bahannya sudah naik, jadi harga nya jadi ikut naik,” sebutnya.
Adapun akan memasuki bulan ramadhan, Devi mengaku akan libur dulu jualan dan akan kembali berdagang saa selesai hari raya.
“Yang paling ramai itu biasnya abis lebaran, kan banyak perantau yang pulang dan mencicipi katupek pitalah yang sudah lama mereka rindukan,” tandasnya.
Oleh karena itu, Bagi anda yang ingin menikmati lezatnya katupek pitalah sumani, dapat dinikmati setiap hari Minggu. Tak hanya untuk sarapan, katupek pitalah bisa dinikmati pada siang hingga sore, hingga habis. (Ayi)