Infosumbar.net – Adzan Zuhur telah selesai berkumandang. Uni Lili (54), akan bersiap membawa mukenanya menuju masjid untuk shalat empat rakaat.
Meskipun lantunan merdu suara Muazin pukul 12.30 WIB membawa kemenangan bagi yang memenuhinya, namun Uni Lili, hingga matahari sudah tepat di tengah kepala belum juga pecah telor.
“Hingga sudah masuk tengah hari saja belum ada dagangan saya yang laku satupun,” katanya kepada Infosumbar.net pada Kamis (2/3/2023).
Sehari hari, Uni Lili berjualan pakaian bekas di Komplek Bundo Kanduang, Pasar Raya Solok.
Lokasi ia berjualan, tak begitu jauh dari terminal tempat angkot biasa mangkal.
Menginjak tahun 2023, itu artinya, Uni Lili sudah lebih kurang berjualan pakaian bekas untuk setengah umurnya.
“Saya dari awal memang jualan di sini. Dari tahun 1998, saat itu anak saya masih usia lima tahun, lebih kurang sudah 25 tahun berjualan,” tuturnya.
Saat itu, kata Uni Lili komplek tersebut dipenuhi oleh pedagang pakaian bekas yang mencapai puluhan.
“Waah kalau dulu, disini ramai sekali yang jualan pakaian bekas. Seingat saya mencapai 50 pedagang. Jualannya sampai hadap-hadapan,” sebutnya.
Namun kini, apa mau dikata. Puluhan pedang yang dulunya ramai kini hanya tinggal petakan meja dan lapak yang kosong.
Menurutnya, mulai tahun 2000an pedagang mulai berkurang ditambah dengan pandemi covid 19.
“Biasanya saya berjualan berdua sama ada satu lagi pedagang. Namun ia sekarang sedang tidak buka,” katanya sambil menunjuk lapak milik pedagang lain.
Hingga kini, kata Uni Lili, banyak pedagang pakaian bekas yang sudah beralih profesi maupun dipanggil yang maha kuasa.
“Banyak yang ganti profesi, pedagang yang meninggal dunia pun sudah banyak. Tapi anaknya tidak melanjutkan usaha orang tuanya,” tandasnya.
Sementara itu, Berbagai pakai bekas dijual Lili, mulai dari kemeja, celana jeans hingga pakaian anak-anak.
Harganya cukup bervariatif mulai dari harga Rp 40 ribu, tergantung jenisnya.
“Harganya bisa Rp 40 – 50 ribu. Pasokan pakaian sendiri saya beli dari Pasar Lereng Bukittinggi,” sebut Lili.
Pakaian tersebut ia gantung di lapak miliknya berharap pelanggan akan datang dan membeli dagangannya.
Namun tak jarang, Lili harus menerima kenyataan bahwa selama satu minggu dagangannya tak kunjung laku.
“Saya tidak bisa menentukan sekarang berapa pendapatan sehari hari, satu minggu tidak pecah telor saja pernah. Mujur jika ada yang beli,” tambahnya.
Kendati demikian, Uni Lili tak kehabisan akal. Disebelah lapak pakaian bekasnya, ia menyediakan minuman seperti teh, kopi untuk menambah pendapatannya.
“Sekarang kan pakaian bekas sudah sangat sepi, jadi saya tambah dengan jualan minuman seperti kopi dan teh. Alhamdulillah bisa menambah penghasilan kadang bisa dapat omzet Rp 100 ribu,” ucapnya.
Kendati demikian, di era digital seperti saat sekarang ini, tidak membuat Lili mencoba peruntungan dengan berjualan online.
Apalagi, belakangan ini marak muncul pedagang pakaian bekas yang menjajakan model dan jenis pakaian yang lebih beragam.
“Kalau saya gimana mau nambah barang dagangan, sedangkan jual beli aja enggak,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Lili mengaku, masih bertahan berjualan karena keadaan yang memaksanya.
“Mau gimana lagi. Tetap berjualan karena keadaan yang memaksa. Apalagi hidup susah seperti ini,” katanya yang jualan dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore itu.
Ia berharap, kedepnyya pasar kembali ramai dan dagangannya bisa laku terjual.
“Apalagi pasar sekarang sepi. Juga saya harap perhatian dari pemerintah daerah agar memerhatikan juga pedagang kecil seperti kami,” tutupnya. (Ayi)