Infosumbar.net- Berdasarkan rilis data dari BPS tahun 2024, suku Minangkabau menjadi suku terbanyak kedua setelah suku Batak yang memiliki lulusan sarjana terbanyak di Indonesia.
Sebanyak 18% penduduk suku Minangkabau merupakan lulusan sarjana. Angka ini hanya terpaut 0.2% dari suku Batak yang meraih poin 18,02% dari penduduknya yang menjadi sarjana.
Hal ini tak lepas dari filosofi hidup orang Minangkabau bahwa dalam hidup “orang Minangkabau lebih mengandalkan otak daripada fisik”. Hal ini disampaikan oleh pengamat sosial, Wirda Nengsih, pada Senin, (3/2/2025) via telepon WhatsApp.
“Misalnya di surau dulu ya, anak-anak Minangkabau yang diajarkan dulu adalah andalkan otakmu, andalkan pikiranmu, dibandingkan fisik. Kalaupun diajarkan silat, itu diperuntukkan untuk membela diri,” tutur Wirda Nengsih.
Tak hanya berprinsip mengandalkan otak, kebiasaan merantau yang dilakukan orang Minangkabau pun tidak hanya merantau untuk mencari rezeki, namun ada juga yang dinamakan dengan merantau ilmu. Hal ini turut didukung oleh sistem kekerabatan di Minangkabau.
Wirda Nengsih mengatakan, para perantau dari Minangkabau dimanapun mereka berada memberikan kontribusi yang kuat kepada para perantau ilmu. Banyak yang menjadi induk semang yang menampung para perantau ilmu. Bahkan, orang Minangkabau menjadikan hasil dari harta pusaka tinggi sebagai bekal untuk anak-anak Minangkabau merantau mencari ilmu.
“Orang Minangkabau itu didukung oleh sistem kekerabatannya. Keluarga di rantau biasanya menyambut anak-anak yang sedang merantau ilmu. Banyak pula ikatan keluarga besar Minangkabau yang mencoba memberikan kontribusi di kampung halamannya,” ujar Wirda Nengsih.
Seperti pepatah Minangkabau, “Satinggi-tinggi tabangnyo bangau, nan kubangan takana juo,” yang berarti orang Minangkabau yang telah berilmu berprinsip akan senantiasa berkontribusi terhadap kampung halamannya. Sehingga, mereka berkeinginan untuk selalu mengembangkan kampung halamannya, paling tidak dapat membantu kerabatnya. (*)