Langkah Fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR RI untuk membentuk struktur pimpinan DPR RI tandingan, dan tidak mengakui kepemimpinan Setya Novanto dan empat wakilnya dinilai sebagai bentuk kepentingan kelompok dan pribadi saja.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Pengamat Politik, Asrinaldi saat di hubungi Jumat (31/10) siang. Menurutnya langkah yang di ambil KIH tidak sesuai dengan konstitusi, dan hanya menonjolkan kepentingan dari KIH itu sendiri.
“Berpolitik itu bukan memuculkan ego-ego pribadi atau kelompok, harusnya berpikir kedepan tentang negara ini,” ujar pengamat Politik dari FISIP UNAND tersebut.
Ia berharap, agar perselisihan yang terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih di parlemen harus segera diselesaikan, karena parlemen harus segera bekerja sesuai dengan fungsinya sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat.
“Mereka (KIH dan KMP) seharusnya malu, karena perselisihan mereka menjadi tontonan publik. Padahal, para politisi ini dipilih rakyat lewat pemilu legislatif untuk mewakili aspirasi di parlemen,” ujarnya.
Untuk itu, agar perselisihan ini dapat terselesaikan, Ia menyarankan agar kedua belah pihak meminta tafsir MK kembali terkait dengan UU MD3, “Minta MK menafsirkan pasal yang di perdebatkan tersebut, kalau tafsir MK itu memang mengatakan bahwa itu bisa di terima, saya kira semua pihak harus konsisten menerima itu. Namun jika ternyata pihak-pihak yang bertikai tidak percaya lagi dengan MK, maka rusak lah negara ini,” ungkapnya.
Saat ditanya, mengenai bagaiman seharusnya sikap dan posisi Presiden dalam menyikapi hal yang terjadi di parlemen saat ini, menurutnya Presiden tidak bisa juga terlibat langsung, hal tersebut dikarenakan posisinya sama dengan DPR, “Karena aspek ini tidak dalam kontek, saya kira yang menyelesaikan adalah MK,” sambungnya.
Sedangkan menurut salah seorang warga, Roni Putra, langkah yang di ambil KIH merupakan bentuk ‘syahwat’ politik, dimana para petinggi parpol dan anggota parlemen nya, mereka merasa terancam.
“Ini karena nafsu mereka akan kekuasaan, saat hal tersbut terancam akhirnya mereka membuat DPR tandingan,” ujar Roni yang juga Ketua Umum Forum Komunikasi Anak Nagari (Forkan) Padang.
Ia menyesalkan perselisihan yang terjadi di Parlemen, karena belum tentu apa yang mereka lakukan itu berguna bagi bangsa ini. “Para politisi itu harus mencerminkan sikap kenegarawanan yang baik. Masing-masing jangan saling klaim konstitusional karena yang konstitusional itu adalah rakyat,” ungkapnya.
Pembahasan pemilihan pimpinan DPR tandingan digelar di ruang Badan Musyawarah DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (31/10/2014), dengan dihadiri F-PDI Perjuangan, F-Partai Nasdem, F-PPP, F-PKB, dan F-Partai Hanura.Tidak ada anggota fraksi kubu Koalisi Merah Putih (KMP) yang hadir dalam pembahasan ini.
Dalam pemilihan pimpinan DPR tandingan tersebut, tiap-tiap fraksi mengusulkan satu nama. PKB mengusulkan nama untuk ketua DPR RI, yakni Ida Fauziah. Empat fraksi lain mengusulkan anggotanya sebagai wakil ketua, yakni Effendi Simbolon (PDI-P), Iskandar Prasetyo (Partai Hanura),Syaifullah Tamliha (PPP), Supiadin (Partai Nasdem). *Arie Huda