infosumbar.net – Di sebuah sudut Korong Kampung Paneh, Nagari Padang Toboh Ulakan, Aklima menatap nanar sumur bor kelima yang gagal di pekarangan rumahnya. Air yang keluar keruh, berbau, dan sama sekali tak layak untuk sekadar mencuci, apalagi untuk diminum. Di bawah terik matahari selatan Kabupaten Padang Pariaman, musim kemarau adalah momok yang memaksa keluarganya bekerja ekstra keras demi setetes air bersih. Baginya, dan bagi ratusan warga lainnya, air bersih bukanlah sekadar komoditas, melainkan anugerah langka yang menentukan kualitas hidup. “Salah satu yang terpenting dalam hidup ini adalah air bersih,” tuturnya penuh harap.
Kisah Aklima adalah cerminan dari sebuah harapan ribuan warga yang hingga hari ini menanti rumahnya dapat dialiri air bersih. Perumda Tirta Anai, sebuah badan usaha milik daerah yang pada usianya yang ke-35 tahun tengah berada di persimpangan jalan paling krusial dalam sejarahnya tumpuan harapan dan keinginan warga tentang air bersih tertumpang kepadanya.
Perubahan adalah keniscayaan, sebuah kalimat yang kini bukan lagi sekadar klise, melainkan mantra yang dihidupkan dengan napas baru. Di tengah harapan besar masyarakat akan pelayanan prima, perusahaan ini memulai babak baru, bertekad mengikis habis karat-karat masa lalu untuk mengalirkan harapan yang lebih jernih ke ribuan rumah warga.
Saksi Hidup dari Bilik Perusahaan: Warisan Masalah Sistemik dan Peluang yang Hilang
Tidak ada yang memahami denyut nadi perusahaan ini lebih dalam dari Yoji. Pria bertubuh sedang ini telah mendedikasikan lebih dari separuh hidupnya, 21 tahun, untuk Tirta Anai. Ia adalah saksi hidup yang melihat pasang surut perusahaan dari perspektif paling mendasar, dari ruang operator pompa hingga kini menjabat Manajer Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
“Saya memulai dari nol, sebagai tenaga sukarela pada tahun 2003, lalu honorer dengan gaji Rp315.000, hingga menjadi karyawan tetap pada 2006. Selama dua dekade lebih pengabdian saya, terus terang tidak banyak perubahan fundamental yang terjadi,” kenang Yoji kepada infosumbar.
Ia berkisah, saat pertama kali bergabung, jumlah pelanggan baru menyentuh 7.000 sambungan. Kini, angka itu telah mencapai sekitar 28.000 pelanggan. Namun, bagi Yoji, angka ini bukanlah sebuah prestasi, melainkan pengingat akan potensi besar yang tertidur.
“Jika kita bandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman yang lebih dari 400 ribu jiwa, tersebar di 17 kecamatan dan 103 nagari, plus layanan di 4 kecamatan Kota Pariaman, angka 28.000 itu masih sangat kecil. Potensi kita luar biasa besar, tetapi belum tergarap maksimal,” tuturnya.
Yoji menyimpan sebuah mimpi besar untuk dapat mengaliri 50.000 rumah warga di Padang Pariaman pada tahun 2030. Sebuah target ambisius, namun ia yakin sangat realistis, andai saja fondasi perusahaan ini kokoh.
“Andai saja pada periode-periode sebelumnya perusahaan ini dikelola secara profesional dan berorientasi pada pengembangan jangka panjang, target 50.000 pelanggan itu sangat mungkin sudah kita lampaui,” ujarnya.
Selama bertahun-tahun, paradigma lama seakan membelenggu Tirta Anai. Anggapan bahwa perusahaan daerah adalah “area bancakan” atau sapi perahan membuat perusahaan ini dieksploitasi tanpa diiringi perbaikan dan investasi yang memadai.
Peluang emas untuk berbenah, ironisnya, pernah datang berkali-kali. Yoji mengenang dengan getir bagaimana tawaran bantuan dari USAID pasca-gempa besar 2009 untuk perbaikan sistem dan pemasangan saluran baru, menguap begitu saja tanpa tindak lanjut serius dari manajemen kala itu.
“Begitu pula periode 2011-2015. Ada program bantuan pemerintah pusat melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di lima titik. Program ini sangat pro-rakyat, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dibebaskan dari biaya pasang baru karena disubsidi negara. Sayangnya, program ini pun tidak dimanfaatkan secara maksimal,” ungkapnya.
Kini, warisan itu menjadi beban berat. Jaringan pipa distribusi utama, urat nadi perusahaan, sebagian besar tidak pernah diganti sejak tahun 1997. Usianya yang lebih dari seperempat abad membuatnya rapuh, rentan bocor, dan ukurannya tak lagi sanggup melayani puluhan ribu pelanggan. Untuk melakukan peremajaan total dan mencapai target 50.000 pelanggan, Yoji menghitung dibutuhkan dana investasi kolosal, lebih dari Rp100 miliar.
Nakhoda Baru, Komitmen Baru: Mengurai Benang Kusut dari Hulu ke Hilir
Di tengah tumpukan persoalan warisan inilah, Aznil Mardin, Direktur Perumda Tirta Anai periode 2025-2030, menjejakkan kakinya. Baru tiga bulan menjabat, ia dihadapkan pada sebuah potret buram, manajemen keuangan yang perlu dibenahi, budaya kerja pegawai yang harus direformasi, infrastruktur yang menua, hingga tantangan mencari sumber mata air baru.
Bagi Aznil, inventarisasi masalah ini bukanlah untuk diratapi, melainkan langkah awal untuk mengurai benang kusut yang telah lama membelit. “Semua masalah ini harus kita urai dan selesaikan satu per satu. Jika tidak, harapan menjadikan Perumda Tirta Anai sebagai perusahaan yang profesional, sehat, dan bermanfaat bagi masyarakat akan mustahil terwujud,” tegasnya.
Langkah pertamanya adalah melakukan pembenahan total, dari internal hingga eksternal. Ia mulai menggeser filosofi pelayanan secara fundamental. “Kami ingin mengubah cara pandang. Yang punya PDAM ini adalah masyarakat dan pemerintah daerah. Kami di sini adalah pelayan atau operator yang ditugaskan untuk memberikan layanan terbaik,” ujar Aznil.
Dikatakannya, hubungan dengan Pemerintah Daerah pun harus berlandaskan profesionalitas murni, menjadikan Perumda sebagai aset vital yang menyejahterakan rakyat, bukan sekadar entitas bisnis.
Tingkatkan Pelayanan dan Menjawab Tantangan, Perumda Tirta Anai Padang Pariaman Bentuk Unit Reaksi Cepat ‘Si Cigin’
Visi Aznil tidak berhenti di tataran konsep. Langkah konkret pertama yang diluncurkan adalah pembentukan Unit Reaksi Cepat bernama ‘Si Cigin’. Ini bukan sekadar tim teknis biasa, melainkan ujung tombak perubahan budaya pelayanan. Nama ‘Si Cigin’ adalah akronim dari Cepat, Informatif, Gigih, Ikhlas, dan Nyata.
“Unit ini kami bentuk untuk bekerja ekstra cepat sesuai pengaduan yang masuk. Fokusnya adalah respons darurat yang presisi terhadap setiap gangguan,” jelas Aznil.
Tim Si Cigin adalah wajah baru perusahaan yang siaga 24 jam. Tugas mereka mencakup inspeksi visual berkala pada seluruh jaringan, memantau tekanan air untuk deteksi dini kebocoran, hingga penanganan darurat. Dibekali peralatan modern seperti geophone dan noise correlator untuk mendeteksi kebocoran bawah tanah, tim ini memangkas waktu penanganan keluhan secara signifikan, memastikan setiap laporan gangguan ditindaklanjuti dengan cepat dan tuntas.
Dari Padang Sago ke Seluruh Penjuru Nagari: Kisah Transformasi yang Nyata
Jika kisah Aklima di Ulakan adalah potret kebutuhan mendesak, maka cerita dari Awalludin di Padang Sago adalah bukti nyata dari dampak positif ketika air bersih berhasil menjangkau ujung nagari. Sebelum SPAM terpasang pada 2013, Awalludin dan warga lainnya harus berjuang ekstra. Untuk minum dan mencuci, mereka terpaksa berjalan jauh ke sungai. Saat musim hujan, ancaman arus deras dan kualitas air yang buruk menjadi risiko sehari-hari. Mengandalkan air tanah di wilayah perbukitan adalah sebuah kemustahilan.
Namun, segalanya berubah ketika pipa Tirta Anai berhasil mengaliri kampung mereka.
“Sekarang Alhamdulillah, airnya sudah lancar. Masyarakat sudah tidak lagi bermasalah dengan air bersih,” tutur Awalludin kepada infosumbar.
Kini, di bawah kepemimpinan baru, mimpi besar Yoji dan harapan puluhan ribu masyarakat seperti Aklima menemukan jalannya. Perjalanan transformasi ini memang tidak akan mudah. Tanjakan terjal berupa peremajaan infrastruktur senilai ratusan miliar rupiah dan perubahan budaya kerja yang mengakar adalah tantangan nyata.
Namun, dengan komitmen yang kuat dari sang nakhoda baru, langkah-langkah terukur seperti pembentukan Si Cigin, dan dukungan penuh dari pemerintah daerah, Perumda Tirta Anai bertekad menulis babak baru dalam sejarahnya. Sebuah babak di mana perusahaan ini tidak lagi sekadar mengalirkan air dari pipa-pipa usang, tetapi mengaliri harapan, menyemai transformasi, dan memastikan setiap tetesnya menjadi berkah yang menjangkau hingga ke setiap ujung nagari di Padang Pariaman. (*)







