Infosumbar.net – Lembaga Hukum dan Anti Korupsi (LuHak) Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhahammadiyah Sumatera Barat (UMSB) menilai perpanjangan masa jabatan kades 6 tahun menjadi 9 tahun bertentangan dengan prinsip konstitusionalisme dalam negara hukum yang menghendaki adanya pembatasan terhadap masa jabatan penguasa.
“Perpanjangan masa jabatan kades menganeliasi dimensi demokrasi di level desa. Suksesi dan regenerasi (penggantian) kepemimpinan akan terhambat, sehingga menihilkan sosok kades potensial dan kapabel,” tegas Raju Moh Hazmi, LuHak FH UMSB melalui keterangan tertulis yang diterima infosumbar.net, Jumat (27/1/2023).
Di samping itu, perpanjangan masa jabatan kepdes menjadi 9 tahun juga dinilai akan semakin menyuburkan praktik banal korupsi di tingkat desa. Dengan adanya rentang waktu yang lama terhadap kekuasaan, maka potensi kesewenangan itu akan semakin tinggi pula.
Atas pertimbangan tersebut, LuHak FH UMSB pun mendesak presiden dan DPR untuk menolak tuntuan revisi ikhwal perpanjangan masa jabatan kades di dalam pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa menjadi 9 tahun.
“Mendesak presiden dan DPR untuk lebih fokus pada upaya pembenahan dan pentaan terhadap pemerintahan desa, sehingga menghambat bahkan memberantas potensi korupsi serta memperbaiki dimensi demokrasi pada level desa,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, LuHak FH UMSB juga mendesak pihak yang tergabung dalam asosiasi pemerintahan desa untuk menghentikan kampanye wacana perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun, sehingga agar lebih fokus untuk meningkatkan iklim demokratiasi dan perbaikan tata kelola desa secara struktural dan kelembagaan.
Beberapa waktu lalu, tepatnya 17 Januari 2023 lalu ribuan Kepala Desa (Kades) yang terafiliasi dalam beberapa asosiasi kepala desa nasional mendesak agar DPR merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) terkait perpanjangan masa jabatan kades dari yang semulanya 6 tahun menjadi 9 tahun.
Para Kades tersebut menilai masa jabatan 6 tahun tidak cukup melakukan pembenahan terhadap tata kelola desa. Selain waktu yang disediakan dianggap tidak efektif dan “mepet”, masa jabatan 6 tahun menjadi batu sandungan ketika hendak merealisasikan pekerjaan kades terpilih paska pemilihan kepala desa (pilkades).(peb)