Infosumbar.net- Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK di Sumatera Barat memberlakukan sejumlah jalur, seperti zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua dan prestasi.
Ketentuan tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Di Sumbar sendiri, kuota yang diberlakukan masing-masing jalur cukup beragam, yakni 50 persen dari zonasi, 30 persen dari prestasi, 15 persen untuk afirmasi dan lima persen untuk jalur perpindahan orang tua.
Diberlakukannya sistem zonasi pada PPDB SMA sempat menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Seperti halnya, masyarakat menilai adanya pelanggaran kebebasan dalam menentukan masa depan siswa.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Panitia PPDB Sumbar, Suryanto menyebut sistem jalur zonasi sangat layak diterapkan. Pasalnya, hal tersebut memudahkan langkah Kemendikbud dalam pemerataan pendidikan di seluruh sekolah Indonesia.
“Dampak dari aturan zonasi ini sangat baik. Di mana, sekolah yang selama ini kurang diminati masyarakat akan mulai berkembang,” kata dia.
Dilanjutkan, dampak tersebut terbukti sejak aturan zonasi diterapkan. Banyak sekolah yang sebelumnya terpinggirkan, mulai menorehkan prestasi dan bersaing dengan sekolah-sekolah unggul lainnya.
“Seperti halnya, sekolah tersebut mulai mengirimkan lulusannya ke Perguruan Tinggi favorit. Ini merupakan contoh baik aturan zonasi dilakukan sejak pertama kali diterapkan beberapa tahun silam,” ungkapnya.
Ia juga menyebut, stigma yang melekat adanya sekolah unggulan mesti diminimalisir.
“Kalau dulu, sekolah unggulan layaknya sebuah kasta bagi masyarakat. Untuk itu, aturan zonasi hadir untuk memutus pola seperti itu,” papar dia.
Jika pendaftar masih saja ingin sekolah di luar zonasinya tersebut, ujar Suryanto, mereka bisa saja mendaftar di luar jalur zonasi.
“Seperti, mereka bisa mendaftar lewat jalur prestasi maupun jalur zonasi tetangga. Namun, kami tentunya menyarankan untuk tidak mendaftar SMA di luar zonasinya kecuali dalam keadaan mendesak,” ungkapnya.
Terakhir, Suryanto menyebut alasan mengapa SMK tidak memberlakukan zonasi. Kata dia, sekolah kejuruan tidak semua ada di semua lokasi, dan bersifat khusus.
“Tidak mungkin juga, siswa asal Bukittinggi yang minat melanjutkan pendidikannya di bidang pelayaran dan kelautan, harus sekolah di Bukittinggi. Kan tidak logis,” tutup dia. (Ism03)