Kabut asap yang menyelimuti Bukittinggi dan daerah sekitar bukan berasal dari letusan Gunung Marapi, melainkan murni akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau.
Demikian permasalahan yang mengemuka pada dialog interaktif Selamat Pagi Walikota melalui Radio Elsi FM, Rabu (5/3). Dialog durasi satu jam itu menghadirkan narasumber Kepala Stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch) BMKG, Kototabang Palupuh Edison Kurniawan, Pengamat Gunung Marapi, Hartanto, Kepala DKK Syofia Dasmauli dan Kakan Lingkungan Hidup Mardison dan dari unsur BPBD serta Dinas Pendidikan dan Inspektur Drs. Hermansyah, M.Si.
Asisten II Setda Ismail Johar, SH yang memandu dialog tersebut mengingatkan masyarakat tidak terpengaruh isu negatif, sehingga bisa berakibat timbulnya kecemasan terhadap aktivitas gunung ketinggian 2.891 meter itu. Seiring itu, penggunaan masker tetap dianjurkan sebagai antisipasi dampak kabut asap, di samping minum air putih yang banyak serta mengurangi aktivitas di luar ruangan.
“Masyarakat juga kita minta menghentikan aktivitas pembakaran jerami di sawah, karena hal itu bisa menambah parah tingkat kepekatan kabut,” kata Ismail.
Senada dengan Ismail, Edison Kurniawan menekankan perlunya koordinasi jajaran Pemda guna membatasi pembakaran jerami dan aktivitas pembakaran sampah oleh masyarakat. Karena hal itu bisa memperparah kondisi kabut asap yang menyungkup berbagai daerah di Sumbar sejak 22 Februari lalu.
Dari panataun Global Atmosphere Watch (GAW), lanjut Edison, kualitas udara pada kondisi tidak layak terjadi sejak 24 Februari lalu, yakni PM 10 di atas 150 Hg/meter kubik. Bahkan tiga hari kemudian tingkat PM 10 (debu) mencapai di atas 250 Hg/meter kubik. “Batasan normalnya di bawah 150 Hg,” kata Edison. Dalam dua hari terakhir diakuinya pula partikel micron (PM) 10 itu kembali meningkat dengan angkat di atas 200.
Sementara, pantauan titik panas (hot spot) di Provinsi Riau di awal Maret ini mengalami penurunan. Jika pada 1 Maret 176 titik, esok turun menjadi 100 dan 12 titik pada 3 Maret 2014. Padahal hot spot di provinsi minyak itu mencapai 1.238 titik pada periode 23 Februari lalu. Parahnya kondisi pencemaran udara akibat kabut asap, menurut dia, karena angin memang bertiup dari Timur Laut (arah Riau) menuju Sumbar.
Sementara, aktivitas letusan Gunung Marapi diakui Hartanto, secara umum justeru mengalami penurunan dalam dua bulan terakhir. Jika pada Februari tercatat 57 kali letusan dan gempa vulkanik B 26 kali, pada Februari hanya delapan letusan dan 11 kali gempa vulkanik B.
Sekaitan aktivitas Gunung Marapi dengan status waspada level II, menurut dia, masyarakat masih dibolehkan beraktivitas seperti di sawah dan ladang di sekitar Kawasan pinggang gunung (kecuali zona radius 3 kilometer) namun disarankan tetap pakai masker. Sedangkan aktivitas pendakiang ke puncak gunung tidak diperbolehkan, karena puncaknya sudah merupakan zona bahaya. Zona bahaya (radius 3 km) menurut Hartanto sama sekali tidak didiami penduduk. Sedangkan zona aman antara lain Sungai Puar radius 7 km dan Batu Palano 5 km. (bukittinggi/hi/kominfo)