Infosumbar.net – Hari ini 1 September diperingati sebagai peringatan ke-74 Hari Polisi Wanita (Polwan).
Menarik untuk mengingat kembali sejarah tersebut karena barangkali banyak yang belum tahu bahwa tanah Minang berperan penting dalam sejarah tersebut.
Tak banyak yang tahu bahwa Kota Bukittinggi adalah kota kelahiran Polwan pertama di Indonesia. Kota wisata inilah mulanya terbentuk Polwan dan setelah itu baru hadir di berbagai daerah lainnya di Indonesia.
Menariknya, awal mula terbentuknya Polwan karena beberapa situasi dalam kasus dan permasalahan yang bersinggungan dengan perempuan.
Untuk memeriksa korban, saksi, atau tersangka perempuan perlu ditangani oleh Polwan terlebih jika kasus tersebut mengharuskan pemeriksaan fisik.
Sebelum adanya Polwan pada 1948, Polri mengaku sangat kesulitan dalam menjalankan tugas dan meminta bantuan kepada Istri-istri Polri.
Kelahiran pertama Polwan itu tak luput dari desakan organisasi wanita Islam di Bukittinggi yang berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah supaya wanita diikutsertakan dalam pendidikan untuk menangani masalah tersebut.
Hal ini menjadi bukti perjuangan dilakukan oleh para wanita demi keberlangsungan bangsa. Selain pendidikan yang diperjuangkan Kartini, perjuangan lainnya adalah ketika wanita diikutsertakan dalam berbagai aspek, termasuk aspek pengamanan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi, yaitu: Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, Rosnalia Taher.
Keenamnya pun mulai mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 (empat puluh empat) siswa laki-laki di SPN Bukittinggi, sehingga sejak saat itu tanggal 1 September diperingati sebagai hari lahirnya polisi wanita.
Diketahui, pada 19 Desember 1948, pendidikan inspektur Polisi di Bukittinggi dihentikan dan ditutup karena peristiwa agresi militer Belanda ke II. Pada 1950, calon inspektur polisi wanita kembali dilatih di SPN Sukabumi. Pada 1 Mei 1951 mereka telah menyelesaikan pendidikan da mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.
Tugas khusus yang mereka lakukan adalah seperti mengusut, memberantas dan mencegah kejahatan yang diilakukan oleh dan atau terhadap wanita dan anak-anak. Kemudian, memeriksa kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam suatu perkara; mengawasai dan meberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak.
Pada tahun 1960 peraturan TAP MPR No. II 1960 menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata. Kerana dikeluarkannya peraturan tersebut, tahun 1965 pendidikan calon perwira Polwan diintegrasikan bersama calon Polri dididik di Akademi Angkatan Kepolisian (AAK) di Yogyakarta.
Selanjutnya pada 1982 Dodiklat 007 berubah nama menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) di Ciputat. Tahun itu pun menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita. Pada tanggal 30 Oktober 1984 Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan). Berdirinya Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.
Bukti sejarah kelahiran Polwan itu maka didirikan Monumen Polwan di kantor Pos Kawasan Simpang Stasiun Bukittinggi, tepatnya di pertigaan Jl.Sudirman dan Jl. Agus Salim pada 27 April 1993 oleh kepala Kepolisian RI (Kapolri) yang dijabat Jenderal Polisi Banurusman pada waktu itu. Monumen megah tersebut berdiri bukan tanpa alasan, tapi didirikan karena sejarah Polwan pertama di Indonesia lahir di Kota Bukittinggi.
Hingga saat ini, pendidikan polisi wanita masih menjadi salah satu jenjang pendidikan bergengsi di Indonesia dalam berbagai jenjang pendidikan di akademi dan bintara.(Nou)