Infosumbar.net – Kasus dugaan pelanggaran kampanye pemilu 2024 yang terjadi di Masjid Babul Jannah, Jorong Kabun, Nagari Sisawah, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat terus bergulir.
Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sijunjung pada Jumat (1/11/2024), menuntut transparansi dalam penanganan kasus ini.
Dugaan pelanggaran kampanye ini melibatkan pasangan calon (paslon) Bupati Sijunjung nomor urut 1, Benny Dwifa Yuswir, yang disebut melakukan kampanye di masjid saat acara adat “berkaul adat” pada 12 Oktober 2024 di Nagari Sisawah.
Masyarakat menilai ada ketidakadilan dalam penanganan kasus tersebut setelah Bawaslu memutuskan untuk menghentikan penyelidikan karena dianggap tidak cukup bukti.
Dalam aksi tersebut, salah satu orator, Robi Candra, menyampaikan kekecewaan atas sikap Bawaslu yang dinilai kurang transparan dalam menangani aduan masyarakat.
“Bawaslu Sijunjung harus serius menanggapi laporan masyarakat terkait pelanggaran Pilkada yang terjadi. Aduan ini harus diproses sebaik-baiknya,” ujar Robi.
Ia juga mempertanyakan alasan Bawaslu yang menyatakan bahwa kasus tersebut tidak memenuhi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan pelanggaran.
“Ini sangat aneh. Kami meminta penjelasan dari Bawaslu mengapa pelanggaran ini dianggap tidak terbukti, padahal dalam video terlihat jelas adanya ajakan dari Benny Dwifa Yuswir untuk memilih dirinya,” tambahnya.
Agus Hutrial Tatul, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sijunjung, menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran tersebut dinyatakan tidak terbukti setelah melalui kajian dari Ahli Pidana dan Ahli Bahasa.
“Status temuan dihentikan berdasarkan putusan dari Ahli Pidana dan Ahli Bahasa karena tidak sesuai dengan pasal 187 ayat 3 serta tidak terpenuhinya dua alat bukti sebagai pendukung,” ujar Agus.
Namun, alasan tersebut tidak sepenuhnya memuaskan para pendemo. Beberapa tokoh masyarakat dan ninik mamak yang turut hadir dalam aksi menyampaikan keberatan mereka.
“Kami meminta agar Bawaslu menghadirkan kembali ahli yang memberikan kajian, agar dapat menjelaskan dari sudut pandang mana video tersebut dianggap bukan pelanggaran. Jika tidak, kami siap mengerahkan massa yang lebih banyak,” ungkap salah satu tokoh masyarakat.
Sebagai informasi, Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk kampanye.
Sanksi pidana bagi pelanggaran kampanye di tempat ibadah diatur dalam Pasal 521 Undang-Undang yang sama dengan ancaman pidana penjara maksimal dua tahun dan denda hingga Rp24 juta. (Bul)