Infosumbar.net – Belasan karyawan tenaga kependidikan bukan PNS Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi mengadu ke Kantor Pengacara MNI & Associates Bukittinggi.
Pengaduan itu buntut Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pihak kampus. Ke-13 karyawan tersebut mengadu ke Kantor Pengacara MNI dan Associates di Simpang Jirek Bukittinggi, Senin (16/1).
Pimpinan Kantor Advokat MNI dan Associates, M Nur Idris membenarkan bahwa 13 karyawan UIN Bukittinggi mengadu ke kantornya karena di PHK secara sepihak.
Mereka meminta bantuan hukum untuk menuntut hak-haknya sebagai karyawan yang di PHK, tanpa pernah diberikan surat peringatan dan tidak diberikan hak-haknya sepersen pun.
“Benar kami sudah menerima pengaduan dari 13 karyawan UIN yang di PHK oleh Rektor UIN Bukittinggi sebagai tenaga kependidikan bukan PNS. Berdasarkan Keputusan Rektor UIN terhitung mulai tanggal 10 Januari 2023. Pemberhentianya dengan hormat, tetapi tidak diberikan hak-haknya sepersen pun,” ujar M Nur Idris.
Menurut M Nur Idris, pemberhentian atau PHK karyawan ini dengan alasan dinilai kurang memuaskan dalam menjalankan tugasnya. Tidak disebutkan apa kesalahan karyawan di PHK, sehingga menimbulkan kebingungan dan tanda tanya bagi mereka.
Lebih lanjut Idris menjelaskan, ke-13 karyawan yang di PHK ini ada sebagai sopir, clening servis, dan satpam yang lama bekerja bervariasi yakni ada yang 4 tahun, 7 tahun dan ada yang 6 bulan.
Anehnya, kata M Nur Idris, karyawan yang di PHK ini tidak dijelaskan apa salahnya dan tidak pula diberikan haknya sebagai karyawan yang terkena PHK. Menurutnya, ini sangat bertentangan dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Mereka diberhentikan dengan hormat tapi haknya tidak diberikan. Seharusnya sesuai UU Ketenagakerjaan kalau mereka di PHK maka harus diberikan haknya berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian dan uang pisah. Jadi tidak boleh semena-mena melakukan PHK,” ujarnya.
Sebagai komitmen atas pengaduan 13 karyawan ini, M Nur Idris mengaku sudah mengirimkan surat somasi kepada Rektor UIN Bukittinggi.
Surat itu meminta agar pihak Rektorat UIN untuk melakukan perundingan dan meninjau keputusan PHK ini. Bila memang PHK ini akan terjadi, maka pihaknya meminta agar pihak UIN membayar uang yang menjadi hak karyawan yang di PHK.
“Kami sudah kirimkan somasi kepada Rektor UIN agar meninjau keputusan PHK ini dengan perundingan bersama. Namun apabila memang 13 karyawan ini akan di PHK juga, maka kita minta agar dibayarkan hak-haknya sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, yang diperhitungkan dengan lama masa kerjanya,” terang Idris.
M Nur Idris mengaku, surat somasi ini juga ditembuskan kepada Dinas Tenaga Kerja Bukittinggi. Pihaknya juga sudah mengirimkan surat pengaduan kepada Dinas Tenaga Kerja untuk memfasilitasi pertemuan kliennya dengan pihak UIN Bukittinggi membicarakan masalah PHK sepihak ini.
“Kasihan kita mereka yang di PHK ini ada yang sudah lama bekerja sejak masih di IAIN dulu. Ada juga yang di PHK ini dalam kondisi hamil, ada sebagai tulang punggung keluarga yang masih punya beban biaya sekolah dan kuliah anaknya. Masa meng-PHK karyawan tidak dibayarkan hak-haknya,” ujar M Nur Idris menyesalkan.
Sementara itu, Kasubag Tata Usaha Humas dan Rumah Tangga UIN Bukittinggi, Fitrianto mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima adanya surat somasi untuk Rektor.
Ketika ditanya soal PHK sepihak dan tidak adanya pesangon, Fitrianto belum memberikan keterangan.(rdv)