Infosumbar.net – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya.
Hal ini, disebutkan dalam press release yang dilansir dari laman bmkg.go.id, dimana, Kepala BMKG Dwikorita menyebutkan, puncak musim kemarau tahun 2023 akan terjadi pada bulan Agustus.
“Selain itu, curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasana, katanya di Jakarta pada Senin (6/3/2023).
Lebih lanjut Dwikorita menerangkan, 41 persen wilayah Indonesia atau 289 ZOM, memasuki musim kemarau maju atau lebih awal dari normal.
“Lalu, 200 ZOM atau 29 % wilayah Indonesia memasuki musim kemarau sama dengan normalnya. 95 ZOM atau 14 wilayah memasuki musim kemarau mundur atau lebih lambat dari normalnya,” tambahnya.
Adapun wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada bulan April mendatang akan terjadi di Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur.
Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei, meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, Papua bagian selatan.
Sementara itu, wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada bulan Juni meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara, termasuk sebagian besar Sumatera Barat.
Hingga akhir Februari 2023, kata Dwikorita, kondisi ENSO berada pada fase La Nina lemah. La Nina diprediksi akan segera beralih ke fase netral pada periode Maret 2023 dan bertahan hingga semester pertama 2023.
Pada semester kedua, terdapat peluang sebesar 50-60% bahwa kondisi Netral akan beralih menuju Fase El Nino.Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada pada kondisi netral dan diprediksi akan bertahan hingga akhir tahun 2023.
“Untuk itu kami menghimbau Kementerian atau Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat Musim Kemarau bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya,” ucapnya.
“Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih. Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dan masyarakat, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. (Ayi)