infosumbar.net – Seminar yang bertajuk “Membaca Kembali Urgensi Ruang Apresiasi Teater Paska Inkubasi” menjadi kegiatan pembuka dari Pekan Apresiasi Teater (PAT) ke-7 Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpangjang.
Puluhan peserta yang merupakan perwakilan dari komunitas seni, mahasiswa dan alumnus ISI Padangpanjang, serta guru seni budaya dari sekolah se-kota Padangpanjang diajak berefleksi terkait peran seni teater di masa sekarang.
Mahatma Muhammad dari Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT), Dosen ISI Padangpanjang Wendy HS, dan Hasan sebagai Dewan Kesenian Palembang yang juga alumnus Prodi Seni Teater ISI Padangpanjang dihadirkan menjadi narasumber, sedangkan moderatornya adalah Pandu Birowo, dosen Prodi Seni Teater ISI Padangpanjang.
“Teater Indonesia, khususnya di Sumatera Barat (Sumbar) mengalami tantangan serius pasca pandemi COVID-19. Isolasi fisik dan penutupan ruang pertunjukan menjadi fase inkubasi di mana teater bersembunyi dari keramaian panggung, kemudian didorong untuk bergerak ke ruang digital. Hal ini memunculkan alternatif baru sekaligus menjadi kelesuan mendalam bagi kalangan teater sekolah, kampus maupun kelompok independen,” ujar Mahatma. (10/10/2024)
Rentang tahun 2020-2024, produksi pertunjukan teater oleh kelompok teater kampus dan independen di Sumbar sangat minim, baik yang bersifat gelaran maupun virtual. Jika produksi teater virtual menjadi tren sekitaran Jawa ketika pandemi, hal tersebut tidak berlaku untuk Sumbar. Kondisi pasca inklubasi menyeret teater dalam 3 krisis yakni krisis ruang, krisis penonton, krisis eksistensi dan produktivitas.
“Kita dihadapkan dengan tantangan mencari format yang tepat sesuai perkembangan selera penonton di tengah banyak keterbatasan salah satunya ketiadaan infrastruktur kebudayaan seperti gedung pertunjukan,” ungkapnya.
Produksi pertunjukan teater masih cukup marak di rentang tahun 2009 hingga 2015, terutama saat taman budaya masih memiliki gedung pertunjukan representatif yang bisa diakses oleh semua kelompok. Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengakomodir kegiatan komunitas seperti Alek Teater, Festival Teater Sumatera Barat, Festival Monolog, Arisan Teater Sate Padang, Panggung Publik Sumatera, Peringatan Hari Teater Sedunia, Pekan Nan Tumpah dan Kaba Festival.
Menurutnya, mangkraknya pembangunan gedung pertunjukan taman budaya berdampak pada hilangnya ruang untuk mengakomodir kelompok teater dalam jumlah yang banyak. Jikalau ada ruang alternatif maka akan memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi. Dan hingga hari ini, belum ada ruang yang cukup untuk mengakomodir banyak kelompok.
Wendy HS melihat ada tren yang bergeser sejak mulai migrasinya koran cetak ke berita online. Dulu masih ada rubrik Cagak di koran Padang Ekspres yang menjadi parameter isu teater di Sumatera Barat. Ada halaman khusus yang bisa membawa pembaca melihat perkembangan teater di Sumatera Barat per minggunya.
“Ketika pembaca lebih familiar dengan berita online dan meninggalkan koran. Tentu mereka jadi terbatas untuk memberi fokus pada perkembangan isu teater. Dampaknya, kini kita sulit menemukan parameter tentang isu teater di Sumatera Barat,” jelas Wendy.
Di sisi yang lain, Wendy melihat pasca pandemi melahirkan banyak ruang virtual untuk berjejaring antar komunitas, salah satunya Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri). Penastri lahir ketika masa pandemi sebagai hasil konsolidasi para pengiat teater, di mana ketuanya berasal dari Makasar dan wakilnya dari Sumatera Barat.
Kemudian mulai berkembangnya teater musikal ala Broadway di Jawa yang digelar di gedung pertunjukan dengan harga tiket fantastis, maupun pada ruang virtual yang disuport oleh Indonesia Kaya. Bahkan, teater musikal sering dijadikan sebagai promo untuk film layar lebar.
Hasan berbagi cerita terkait kondisi di Palembang. Menurutnya, ekosistem Palembang dimanjakan dengan dana hibah kebudayaan salah satunya Dana Indonesiana. Dampaknya banyak para pelaku budaya lebih memberi fokus kepada persoalan finansial daripada capaian artistik.
“Di Palembang, kelompok teater independen cenderung tidak memiliki pergerakan. Pergerakan justru tumbuh dari teater sekolah. Dewan Kesenian Palembang hingga hari ini berupaya untuk mendorong kembali gerakan dari kelompok teater independen,” ujar Hasan.
Pekan Apresiasi Teater (PAT) merupakan ajang biennale yang diselenggarakan oleh Program Studi Seni Teater ISI Padangpanjang, terakhir di tahun 2015. PAT menjadi ruang bersama bagi akademisi maupun praktisi teater baik antar kampus dan antar negara untuk saling mengapresiasi dan berbagi pengalaman.
PAT ke-7 berlangsung pada tanggal 10-12 Oktober 2024 di Gedung Teater Arena Mursal Esten dan Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam ISI Padangpanjang.