infosumbar.net – Limbah pertanian kerap kali menjadi permasalahan yang belum teratasi secara optimal, salah satunya adalah limbah kulit kakao yang jumlahnya melimpah di sentra-sentra produksi kakao.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat potensi besar untuk mengolah limbah tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hal ini yang menjadi latar belakang kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh sekelompok dosen dari Politeknik Pertanian (Politani) Negeri Payakumbuh yang terdiri dari Friskia Hanatul Qolby, M.P, Fastabiqul Khairad, S.P, M.Si, dan Vicka Pramudya Putra, M. S. M., yang berfokus pada pelatihan pembuatan kompos dari limbah kulit kakao sebagai bentuk nyata pemberdayaan kelompok tani kakao.
Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan pada Selasa (29/7/2025), bekerjasama dengan Kelompok Tani Inovasi yang berada di Jorong Belubus, Nagari Sungai Talang, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota. Belubus merupakan salah satu wilayah penghasil kakao di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dalam kegiatan ini Keltan Inovasi didampingi dosen, praktisi kompos organik Ahmad Yezidra, dan mahasiswa. Kegiatan pengabdian ini menjadi bagian dari tridharma perguruan tinggi yang menempatkan pengabdian kepada masyarakat sebagai unsur penting dalam implementasi ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para akademisi.

Potensi Kulit Kakao: Dari Limbah Menjadi Kompos Berkualitas
Dalam budidaya dan pengolahan kakao akan menghasilkan volume limbah yang tidak sedikit, salah satu limbah utama dari pengolahan kakao adalah kulit buahnya, yang umumnya hanya ditumpuk atau dibiarkan membusuk begitu saja di sekitar area kebun. Padahal, kulit kakao mengandung unsurhara yang sangat potensial untuk dijadikan kompos organik.Tujuan kegiatan ini ingin menunjukkan bahwa limbah yang selama ini dianggap tidak berguna justru dapat menjadi sumber daya bernilai ekonomi tinggi.
Kulit kakao kaya akan bahan organik, seperti selulosa, hemiselulosa, protein, lemak, dan lignin. Dalam kondisi terfermentasi dengan baik, kulit kakao dapat menjadi kompos yang tidak hanya menyuburkan lahan tetapi juga mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang semakin mahal dan terbatas ketersediaannya.
Metode Pelatihan: Kombinasi Teori dan PraktikLapangan
Pelatihan yang diikuti oleh sekitar 10 orang petani dari Kelompok Tani Inovasi ini delakukan secara interaktif dan aplikatif. Kegiatan diawali dengan pemaparan materi oleh tim dosen dan praktisi tentang pentingnya pengelolaan limbah pertanian, manfaat kompos organik, serta penjelasan kimia dasar dari proses dekomposisi limbah organik.
Kegiatan pelatihan disambut antusias oleh peserta pelatihan, mereka diajak langsung ke lapangan untuk mempraktikan cara membuat kompos dari kulit kakao. Proses ini dimulai dari pencacahan kulit kakao, pencampuran dengan bahan-bahan pendukung seperti kotoran ternak, abu sekam padi, danaktivator. Dalam proses pembuatan kompos petani langsung turun tangan mencacah kulit kakao, mencampur bahan, dan menyusun kompos secara berlapis, sehingga mereka mengatahui secara langsung proses pembuatan kompos tersebut.
Menjawab Tantangan dan Memberi Solusi
Dalam sesi diskusi, para petani menyampaikan bahwa selamaini mereka belum pernah secara khusus mendapat pelatihan tentang pengolahan limbah kulit kakao. Sebagian besar limbah tersebut hanya dibuang, dibakar, atau dibiarkan membusuk di lahan. Padahal, di sisi lain, kebutuhan akanpupuk terus meningkat dan menjadi salah satu biaya produksi tertinggi dalam budidaya kakao.
Kegiatan pengabdian ini diharapkan bisa menjadi solusi nyata terhadap dua masalah sekaligus: mengurangi limbah dan menekan biaya produksi melalui pembuatan pupuk organik mandiri. Selain itu, penggunaan kompos dari kulit kakao juga diyakini dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan produktivitas tanaman kakao, dalam rangka mewujudkan pertanian kakao ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pendampingan Berkelanjutan dan Potensi Ekonomi
Kegiatan ini tidak berhenti pada pelatihan satu hari saja. Para petani akan didampingi dalam proses produksi kompos secara berkelanjutan, termasuk monitoring hasil kompos, pengujian kualitas, dan penerapan langsung di lahan kakao.
Sebagai langkah awal, pembuatan kompos bertujuan untuk kebutuhan internal kelompok, namun harapan kedepannya produk kompos ini juga bisa dipasarkan ke petani lain di desa sekitar atau bahkan ke pasar komersial yang lebih luas. Jika dikelola dengan baik, kompos dari kulit kakao ini tidak hanya membantu petani secara agronomis tetapi juga secara ekonomi.
Kesuksesan kegiatan pengabdian ini menjadi bukti pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi dan masyarakat dalam membangun kemandirian pertanian. Ilmu yang dimiliki olehpara dosen dan peneliti tidak hanya berhenti di ruang kelasatau jurnal ilmiah, tetapi diterjemahkan ke dalam bentuk nyatayang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Harapan dan Langkah ke Depan
Di akhir kegiatan, para peserta menyatakan komitmen mereka untuk mulai mengolah limbah kulit kakao secara mandiri. Tim dosen juga menyampaikan harapan agar kegiatan ini tidak hanya berhenti sebagai program jangka pendek, melainkan bisa berkembang menjadi gerakan pertanian ramah lingkungan yang melibatkan lebih banyak pihak.
Dalam jangka panjang, keberhasilan kegiatan ini diharapkan dapat mendorong transformasi kelompok tani mandiri berbasis agroekologi. Petani tidak lagi bergantung sepenuhnya pada produk kimia, tetapi mampu menciptakan sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis pada sumber daya lokal. (*/rls)








