Infosumbar.net – Adanya kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak dicurigai berasal dari campuran zat dalam obat sirup.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan para tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup untuk sementera waktu.
“Dugaan-dugaan ini sedang kita teliti. Nah, untuk menyelamatkan anak-anak kita, maka diambil kebijakan untuk mengambil pembatasan ini,” ujar Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers dilansir dari CNBC.
Wajib diketahui berikut 6 fakta penting terkait larangan peredaran dan konsumsi obat sirup dan cair di Indonesia :
1. Berlaku untuk semua jenis obat sirup dan cair
Obat yang dilarang untuk diresepkan maupun dijual termasuk semua jenis obat dalam bentuk sirup atau cair, termasuk obat cair untuk dewasa, dan tidak terbatas pada obat paracetamol sirup saja.
Larangan ini berlaku sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Setelah didiskusikan dengan seluruh pihak, sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, [larangan ini untuk] semua obat sirup atau obat cair, bukan hanya parasetamol,” ungkap Syahril
2. Komponen yang membuat obat sirup diduga jadi pemicu gagal ginjal
Kementerian Kesehatan hingga kini masih melakukan investigasi mendalam untuk mengetahui penyebab pasti lonjakan kasus gagal ginjal anak. Namun, dugaan sementara adalah komponen untuk membuat obat menjadi sirup yang menjadi pemicunya.
“Ini diduga bukan kandungan obatnya saja, tapi komponen lain yang menyebabkan terjadi intoksikasi,” kata Syahril.
3. Obat alternatif selain sirup
Selama larangan peredaran obat sirup berlaku, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk dapat menggunakan obat alternatif dalam bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), injeksi (suntik), atau lainnya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Yanuarso menyebut orang tua bisa memberikan kompres hangat yang lebih aman atau pemberian parasetamol melalui anus jika diperlukan.
Dia juga mengingatkan orang tua untuk tidak cepat panik ketika anak mengalami batuk, pilek, dan demam. Sebab, itu adalah mekanisme bentuk pertahanan tubuh untuk mengusir virus.
4. Ada pengecualian untuk obat sirup kering
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, sirup kering adalah jenis obat sirup yang dikecualikan dalam larangan tersebut sehingga masih dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
“Ada juga (jenis obat) sirup kering yang (harus) diencerkan pakai air di rumah. Itu (sirup kering) bisa digunakan,” jelas Nadia ketika dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (20/10/2022).
Dilansir dari laman resmi Kemenkes, sirup kering adalah obat serbuk (biasanya dalam kemasan botol) yang harus dilarutkan terlebih dahulu dengan air mineral sampai batas tanda tertentu. Jika tidak terdapat petunjuk tanda batas, konsumen bisa meminta bantuan apoteker untuk melarutkan sirup kering tersebut menggunakan gelas ukur. Suspensi atau larutan dalam sirup kering biasanya mengandung antibiotik, harus dihabiskan, dan hanya dapat digunakan maksimal 7 hari setelah dilarutkan.
Jenis obat sirup kering masih diizinkan untuk dikonsumsi karena tidak menggunakan zat pengencer obat yang diduga menjadi pemicu cedera ginjal akut pada anak.
5. Kemenkes beli obat penawar racun dari Singapura
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan telah membeli obat penawar atau antidotum dari Singapura untuk diberikan kepada pasien gagal ginjal akut yang masih mendapat perawatan di fasilitas kesehatan.
dr. Lies, Direktur Utama (Dirut) RSCM mengatakan pihaknya membeli 10 vial obat penawar tersebut setelah memperoleh izin dari Kementerian Kesehatan. Obat sudah tiba di Indonesia pada Selasa (18/10/2022) dan langsung diberikan kepada pasien yang dirawat di RSCM.
“Hasilnya kita tunggu dulu karena baru dua hari (obat diberikan kepada pasien) jadi kita belum bisa menyampaikan secara pasti (hasilnya) walaupun sebagian menunjukkan perbaikan,” paparnya, dalam konferensi pers.
6. Jika alami gejala, informasikan riwayat penggunaan obat pada petugas kesehatan
Orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Jika mengalami gejala di atas, keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan. (*)