Oleh: Rakhmatul Akbar (Wartawan Utama)
Ciloteh sebagian publik dalam sepekan terakhir dikagetkan dengan kehadiran sosok Sultan Andarra si Aa Raffi Ahmad di “Royal Box” Tribun Tertutup Stadion H Agus Salim, Padang. Stadion yang bangun tahun 1983 silam untuk menghadapi gelaran MTQ XIII. Sudah 40 tahun usianya.
Sekelebat, ilusi publik jadi liar. Berbagai asumsi lahir karena kemunculan sang Sultan bareng keluarganya, diiringi dengan kabar yang tersiar di sejumlah aplikasi media sosial.
“Raffi Ahmad lewat RANS-nya akan mengelola Stadion Agus Salim,”demikian ilusi yang berkelebat di jagat maya.
Kabar ini disambut dengan pemberitaan sejumlah media soal masa depan stadion uzur ini. Stadion yang berusia 40 tahun yang fasilitasnya juga sesuai dengan usianya. Dalam usia uzur ini, stadion yang dianggap sebagai legacy dari seorang Azwar Anas, tentu pantas saja untuk dilirik Raffi yang notabene adalah bos dari klub Liga 1 RANS Nusantara.
Sebagai klub “baru” yang muncul dari proses akuisisi tim Liga 2 Cilegon United, RANS tentu punya mimpi. Mimpi besar tentunya. Si Aa, sapaan akrab Raffi ingin membangun sebuah ekosistem olahraga yang modern dengan fasilitas kekinian nan lengkap untuk pengembangan si RANS itu sendiri. Raffi tentu punya kalkulasi sendiri untuk itu, karena rupiah hingga dollar yang ia timbun bukan untuk sedekah, infaq ataupun sejenisnya. Saya, bahkan publik meyakini ada kalkulasi bisnis di sana.
Namun, bagaimana fix-nya, sampai saat ini belum ada jawaban untuk itu. Belum ada penjelasan resmi soal ilusi-ilusi itu untuk kemudian disimpulkan tujuannya. Sampai saat ini, publik masih dalam ruang asumsi, mulai dari sekedar pengelolaan stadion hingga kawasan ataupun bisa jadi homebase RANS Nusantara yang masih berkutat di kompetisi elit Indonesia itu.
Jika memang asumsi-asumsi di atas menjadi tujuan Raffi, tak pelak gelondongan rupiah hingga dollar tak sedikit harus dicurahkan untuk membenahi kawasan tersebut. Kabar yang didapat, pada saat yang hampir bersamaan, Semen Padang FC melalui pengelolanya, PT Kabau Sirah Semen Padang (PT. KSSP) juga tengah bersiap untuk mengajukan diri sebagai stadion, bahkan kawasan.
Bocorannya, mereka siap untuk mengelola stadion dengan jangka waktu tahunan tertentu dengan nilai miliaran. Nilai itu, diluar budget yang akan mereka anggarkan untuk merenovasi stadion uzur itu. Stadion yang “dibangun” oleh mantan Direktur Utama induk mereka, PT Semen Padang. Stadion yang “dibangun” oleh gubernur Sumbar saat itu. Stadion yang “dibangun” oleh Eks Ketum PSSI, Ir. Azwar Anas.
Budget tersebut tentu akan disesuaikan dengan kebutuhan regulasi Liga2 yang notabene tak sedahsyat Liga1, tempat RANS Nusantara bernaung. Dengan regulasi yang tak setajam Liga1 artinya, rupiah yang akan digelontorkan oleh Semen Padang FC dipastikan lebih kecil dibanding RANS (jika memang hendak berhomebase di Stadion H Agus Salim).
Kabarnya, nilai tawaran pengelolaan dengan jangka waktu tertentu plus renovasi yang akan disiapkan oleh Semen Padang FC nilainya lebih dari Rp10 Miliar. Jika ditilik pada perbandingan dan regulasi, maka manajemen RANS Nusantara harus merogoh kocek lebih dalam pula.
Bisa jadi, bagi manajemen RANS, menggelontor dana dalam jumlah lebih dari Rp10 M itu adalah perkara membalik telapak tangan. Picing mata saja. Tapi perlu diingat, RANS bukan lembaga amil zakat dan bukan pula lembaga donor. Mereka adalah lembaga bisnis yang punya kalkulasi jitu untuk menimbun dana mereka.
Dan pada saat bersamaan, Regulator Liga bersama pihak terkait akan segera “beranjangsana” ke Padang. Mereka akan mengintip kelayakan stadion yang berada di jantung kota ini untuk gelaran Liga 2 yang akan segera menyusul Liga1 yang sudah bergulir.
Kabarnya, mereka akan hadir awal tahun 2023 mendatang. Kabarnya, tak sekedar regulator PSSI yang hadir, tapi juga jajaran kepolisian pusat melalui unit Pengamanan Objek Vital yang akan menyusuri dan menyisiri kawasan itu untuk meminimalisir dampak buruk sebuah laga sepakbola, merujuk dari tragedi Kanjuruhan, Malang.
Dari selentingan yang didapat, mereka punya standar lebih tinggi disbanding standar regulasi Liga2 sebelumnya. Dengan kata lain, jika dikaitkan dengan “kehadiran” RANS Nusantara di stadion ini, maka standar kawasan itu juga akan lebih tinggi. Implikasinya, tentu fasilitas juga harus disesuaikan dan tentunya juga akan meningkatkan nilai investasi untuk rencana itu.
Jadi, jika bicara niatan, tentu Raffi dan skuadnya-lah yang lebih jeli melihatnya. Namun, niat baik itu tentunya harus didukung karena dampaknya untuk daerah tentu bisa positif pula. Banyak hal.
Namun, perlu kiranya diketahui manajemen RANS, ada pola saling tumbuh bersama yang bisa dipakai dan dikembangkan untuk itu semua. Untuk mimpi itu. Saya melihat, kawasan GOR H Agus Salim dalam kondisi saat ini sudah di titik nadir pengembangan. Sempit rasanya. Namun, jika dilihat dari posisinya, bisa saja kawasan itu jadi kawasan elit bak kawasan Senayan di Ibukota sana. Di antara mimpi itu, juga ada hal mendasar lainnya di mana kawasan itu masih terkendala dengan proses tukar guling di BNI. Sampai sekarang belum kunjung selesai.
Jadi, bagaimana maksud dengan tumbuh kembang bersama itu? Perlu diketahui, sampai saat ini, manajemen Semen Padang FC masih punya asset yang cukup luas di kawasan dekat BIM. Enam Hektare. Rencananya dulu, kawasan itu akan dibangun kawasan terpadu dengan sebuah stadion yang berstandar FIFA oleh manajemen Semen Padang FC. Namun, lagi-lagi, dana persoalannya.
Ini akan menjadi menarik jika manajemen RANS meliriknya. Dengan asumsi rupiah yang digelontorkan nyaris sama dengan untuk renovasi kawasan Agus Salim ataupun stadionnya, RANS akan bisa memiliki sendiri. Bisa saja pola kerja samanya BOT (Build Over Transfer) dengan Semen Padang FC. Bisa saja untuk jangka yang tak pendek, bisa 25 tahun, 30 tahun atau bisa saja lebih dari 40 tahun. Itu tergantung kesepakatan lah.
Dalam jangka waktu yang pendek itu, RANS bisa bikin apa saja di sana. Apalagi dikaitkan dengan bisnis olahraga dan entertainment. Soal fisik stadion, RANS bisa saja belajar ke tim-tim elit Thailand yang “punya” stadion keren tapi minimalis, tapi berstandar FIFA.
Salah satu tim asal Thailand itu adalah Muangthong United. Stadionnya, bisa lah di-googling sendiri. Lihat sendiri. Minimalis tapi keren. Yang lebih yahud sederhananya adalah stadion Jalan Besar, Singapura. Minimalis, tapi dapat dipakai untuk even sekelas SEA Games karena standarnya sudah standar FIFA. Lalu, sisa lahannya, ya bisa dibikin apa saja. Bisa saja di sana dibangun Soccer Academy dengan Training Ground yang representatif dan lainnya lah.
Dengan areal “milik sendiri”, rasanya akan lebih mudah bagi seorang Raffi untuk mengelolanya dibanding bertarung di kawasan H Agus Salim yang sudah banyak dikapling-kapling. “Sejengkal” saja di kawasan itu “ada yang punya”. Sebagai pebisnis, tentu hal-hal “remeh” seperti ini bisa saja jadi sandungan yang bisa saja membesar. Toch seorang pebisnis itu perlu kepastian untuk mengayun langkah bisnisnya.
Tapi sekali lagi, intuisi bisnis Raffi tentu lebih dalam karena ia akan mempertimbangan banyak hal untuk membuat keputusan jitu demi proyeksi yang ia siapkan. Belum lagi jika kita mengkaitkan emosional sebuah tim sepakbola dengan fanatismenya. Selamat berkalkulasi Aa Raffi (*)